Iran Siap Bahas Kesepakatan Baru Program Nuklir dengan Negara Barat

JAKARTA - Iran siap untuk segera memulai pembicaraan dengan negara-negara Barat terkait program nuklirnya jika perundingan tersebut mengarah pada kesepakatan baru, kata Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi.

Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Kazem Gharibabadi sebelumnya menyatakan putaran baru konsultasi antara Iran dan Eropa terkait kesepakatan nuklir akan berlangsung pada 13 Januari.

“Kami masih siap untuk melakukan negosiasi konstruktif tanpa penundaan terkait program nuklir kami. Negosiasi yang bertujuan mencapai kesepakatan,” kata Araghchi dikutip IRNA dalam wawancaranya dengan CCTV Tiongkok dilansir ANTARA dari Anadolu, Sabtu, 4 Januari.

Negosiasi mengenai program nuklir antara Iran dan troika Uni Eropa berlangsung pada 29 November 2024 di Jenewa setelah jeda selama dua tahun. Delegasi Iran dalam pembicaraan tersebut dipimpin oleh Majid Takht Ravanchi, Asisten Menteri Luar Negeri Iran untuk urusan politik.

Sepekan sebelumnya, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengadopsi resolusi yang diusulkan oleh Inggris, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat (AS), yang dikecam oleh Teheran sebagai tindakan anti-Iran.

Resolusi tersebut diambil tanpa mempertimbangkan hasil kunjungan Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi ke Iran.

Grossi mengunjungi Iran pada 14-15 November 2024 dengan tujuan mengadakan pembicaraan dengan pimpinan negara tersebut serta memeriksa fasilitas nuklir di Fordo dan Natanz.

Inspeksi ini bertujuan untuk memutuskan implementasi Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) terkait program nuklir Iran.

Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, dalam pembicaraannya dengan Grossi menegaskan bahwa Teheran tidak mengembangkan dan tidak akan mengembangkan senjata nuklir.

JCPOA ditandatangani pada 2015 oleh Iran, Prancis, Jerman, Inggris, China, Rusia, AS, dan Uni Eropa. Kesepakatan ini mengatur keringanan sanksi terhadap Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklir negara tersebut.

Namun, AS menarik diri dari JCPOA pada 2018 dan kembali memberlakukan sanksi terhadap Teheran. Sebagai respons, Iran secara bertahap mengurangi komitmennya terhadap penelitian nuklir dan pengayaan uranium.