Pemkot Serang Denda Rp50 Juta Warung Makan Buka Siang Hari saat Puasa, Kemenag: Berlebih-lebihan
JAKARTA - Kebijakan Pemerintah Kota Serang, Banten, yang melarang restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe berjualan di siang hari selama ramadan sangat berlebihan.
Kemenag menyebut aturan ini membatasi akses sosial masyarakat dalam bekerja atau berusaha, apalagi keberadaan rumah makan di siang hari juga dibutuhkan bagi umat yang tidak berkewajiban menjalankan puasa.
“Kebijakan ini tidak sesuai dengan prinsip moderasi dalam mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, dan cenderung berlebih-lebihan,” ujar Juru Bicara Kementerian Agama Abdul Rochman dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 April.
Dia menegaskan larangan berjualan yang tertuang dalam kebijakan tersebut diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia terutama bagi orang atau umat yang tidak berkewajiban menjalankan puasa ramadan, aktivitas pekerjaan jual beli, dan berusaha.
Secara hukum, lanjut Adung—sapaan Abdul Rochman, imbauan Bersama Pemkot Serang juga bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Saya harap ini bisa ditinjau ulang. Semua pihak harus bisa mengedepankan sikap saling menghormati. Bagi mereka yang tidak berpuasa, diharapkan juga bisa menghormati yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sebaliknya, mereka yang berpuasa agar bisa menahan diri dan tetap bersabar dalam menjalani ibadah puasanya,” kata Adung, yang juga Staf Khusus Menteri Agama ini.
Baca juga:
- DPR Kritik Kakorlantas yang Bolehkan Mudik Sebelum 6 Mei, Anggap Salah Tafsir
- Viral Lucinta Luna Tunggangi Lumba-lumba, BKSDA Cek Dolphin Lodge Bali yang Sudah Tak Boleh Beroperasi
- Polisi Tangkap Pesinetron JS karena Narkoba
- Wartawan Medan Demo di Kantor Bobby Nasution Buntut Pengusiran Tim Pengamanan
Sebagai informasi, Pemerintah Kota Serang, Banten, melarang restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe berjualan pada siang hari selama bulan Ramadan. Hal ini tertuang dalam Imbauan Bersama Nomor 451.13/335-Kesra/2021. Sanksinya ancaman denda hingga Rp50 juta
Kebijakan kontroversial ini menimbulkan protes masyarakat karena dianggap melanggar hak asasi manusia.