Indef Tidak Yakin Bukit Algoritma alias Silicon Valley Indonesia akan Selesai Dibangun
JAKARTA - Peneliti Center of Innovation and Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Hanif Muhammad mengatakan proyek Bukit Algoritma di Sukabumi, Jawa Barat, yang digadang-gadang sebagai Silicon Valley ala Indonesia, harus jelas konsep pembangunannya.
Lebih lanjut, Hanif mengatakan bahwa proyek ini membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Apabila tidak mempunyai konsep yang jelas, dirinya khawatir akan membuat anggarannya bengkak.
"Proyek-proyek seperti ini perlu langkah yang jelas, sifatnya (jangan) gimmick. Sehingga dapat membuat anggaran membengkak," tuturnya dalam diskusi virtual, Kamis, 15 April.
Hanif meminta agar pemerintah atau pihak terkait tidak mengulangi kejadian pembangunan proyek yang dianggap gagal seperti Science Techno Park pada 2015 lalu.
Di samping itu, Hanif mengatakan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan dalam membangun ekosistem digital, sebelum membangun satu kawasan yang mengintegrasikan riset dan industri teknologi 4.0 tersebut.
Kata Hanif, ekosistem digital memerlukan triple helix collaboration, yakni kolaborasi antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan.
"Sementara yang kita dengar penggerak utamanya adalah swasta murni yang katanya tidak melibatkan anggaran APBN. Apakah ini bisa dilakukan?" tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda juga mempertanyakan rencana pembangunan Bukit Algoritma tersebut. Huda mengaku pesimis bahwa proyek tersebut akan selesai dibangun karena dianggap rendahnya ekosistem riset dan pengembangan di Indonesia.
Berdasarkan data Unesco 2021, kata Huda, proporsi dana R&D terhadap PDB secara total masih berkisar 0,24 persen. Angka itu masih sangat tertinggal dari Singapura yang sudah 2,22 persen.
Produk berteknologi tinggi dari Indonesia masih sangat sedikit. Berdasarkan data Bank Dunia, ekspor produk manufaktur Indonesia cenderung turun trennya apabila mengukur sejak 2011. Bahkan, inovasi Indonesia masuk peringkat empat terburuk se-Asean. ICOR Indonesia pun berada di angka 6,7.
"Saya masih ragu karena sampai saat ini pun proporsi dana R&D terhadap PDB yang dihasilkan sektor swasta masih di bawah, jauh dari Singapura, Korea. Permasalahan mendasar harus diperbaiki terlebih dahulu karena ini sangat berpotensi sekali Bukit Algoritma mangkrak," tuturnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengingatkan proyek tersebut jangan hanya gimmick semata. Menurut dia, kawasan Silicon Valley yang ada di wilayah di Santa Clara Valley yang berada di bagian selatan Bay Area, San Fransisco, bisa berkembang baik karena memiliki tiga faktor pendukung utama.
Baca juga:
- Habibie Pernah Membangun Silicon Valley Indonesia Bernama Puspiptek di Serpong
- Bukit Algoritma di Sukabumi Siap Menjelma Jadi Silicon Valley Indonesia
- Semangat yang Bagus Pemerintah, Sekarang Lupakan Mimpi Jadikan Bukit Algoritma Silicon Valley Indonesia
- Indonesia Bangun Silicon Valley, Indef Mewanti-wanti Jangan Sampai Banjir Pekerja Asing
Adapun tiga faktor tersebut yakni berkumpulnya universitas yang di dalamnya terdapat periset, lalu industri pendukung yang mendukung inovasi, serta ada institusi finansial.
Maka dari itu, kata Ridwan, pihak-pihak yang ingin merealisasikan proyek itu harus memikirkan tiga komponen utama dengan matang. Secara gagasan, ia mendukung adanya pusat riset yang ada di Indonesia. Ridwan juga meminta pengembang atau orang yang terlibat dalam pembangunannya berhati-hati menggunakan istilah Silicon Valley.
Sekadar informasi, di Indonesia sendiri, duplikat Silicon Valley memang sempat mengemuka. Beberapa lokasi yang sempat digadang-gadang jadi Silicon Valley Indonesia antara lain Malang, Yogyakarta, BSD Serpong, hingga Batam.
Terbaru, muncul Bukit Algoritma Sukabumi yang dikembangkan perusahaan BUMN konstruksi, PT Amarta Karya (Persero). Pembangunan Silicon Valley ala Indonesia ini diperkirakan menelan dana hingga 1 miliar euro atau setara Rp18 triliun.
"Kawasan ini akan menjadi salah satu pusat untuk pengembangan inovasi dan teknologi tahap lanjut, seperti misal kecerdasan buatan, robotik, drone (pesawat nirawak), hingga panel surya untuk energi yang bersih dan ramah lingkungan," kata Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero), Nikolas Agung.
Lahan seluas 888 hektar di Cikidang dan Cibadak, Sukabumi dipilih sebagai lokasi Bukit Algoritma. Pengembangan tahap awal diperkirakan memakan waktu selama tiga tahun.
Bukit Algoritma diharapkan dapat menjadi pusat penelitan dan pengembangan teknologi, serta pusat pengembangan sumber daya manusia di masa depan. Secara khusus pengembangan teknologi dan industri 4.0.