Dakwaan, Edhy Prabowo Gelontorkan Rp70 Juta, Sewa Apartemen Mewah Buat Anggia Tesalonika
JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo didakwa menerima uang hingga puluhan miliar rupiah dari para eksportir benur atau benih lobster, termasuk pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito.
Uang yang diterimanya itu lantas digunakan untuk sejumlah hal, termasuk menyewakan apartemen dan membeli mobil bagi sekretaris pribadinya.
"Bahwa setelah terdakwa menerima sejumlah uang dari para eksportir BBL melalui Amiril Mukminin, Safri, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe selanjutnya terdakwa mempergunakan uang tersebut," kata Jaksa KPK dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 15 April.
Dalam dakwaan disebutkan, pada Juli 2020, lewat anak buahnya yaitu Amiril Mukminin, Edhy membayarkan sewa apartemen sebesar Rp70 juta. Unit Apartemen di Signature Park Grande Cawang Tower Delight ini selanjutnya ditempati oleh Anggia Tesalonika Kloer yang merupakan sekretaris pribadinya.
Baca juga:
Tak hanya Anggia, Edhy juga membayarkan sewa apartemen di Menteng Park Cikin Raya Tower Saphire. Saat itu, lewat Amiril, dia membayar uang sebesar Rp80 juta yang kemudian unitnya ditempati oleh Putri Elok Sekar Sari.
Selain apartemen, mantan politikus Partai Gerindra ini juga membayarkan uang muka pembelian satu unit mobil HRV berwarna hitam. Pembelian ini dilakukan pada Oktober 2020 lalu.
Edhy membayar Rp352.086.000 sebagai uang muka dari mobil yang harganya mencapai Rp414 juta. Pembelian ini dilakukan melalui Amiril Mukminin dan mobil itu diatasnamakan salah seorang stafnya, Ainul Faqih sebelum akhirnya digunakan oleh Anggia Tesalonika Kloer.
Diberitakan sebelumnya, Lewat stafnya, Amiril Mukminin dan Safri, Edhy disebut menerima uang suap hingga 77 ribu dolar Amerika Serikat. Uang ini berasal dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito.
Selain itu, dia juga menerima uang sebesar Rp24.625.587.250 dari Suharjito dan para eksportir lainnya yang penerimaannya dilakukan oleh para stafnya.
"Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa KPK dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 15 April.
Pemberian uang ini dilakukan agar Edhy melalui anak buahnya yaitu Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.
Dengan penerimaan uang suap tersebut, Edhy didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.