Pejabat Amerika Serikat Sebut Program Rudal Pakistan Sebagai 'Ancaman yang Muncul'
JAKARTA - Pejabat senior Gedung Putih pada Hari Kamis mengatakan, Pakistan yang bersenjata nuklir sedang mengembangkan kemampuan rudal balistik jarak jauh yang pada akhirnya dapat memungkinkannya untuk menyerang target jauh di luar Asia Selatan, menjadikannya "ancaman yang muncul" bagi Amerika Serikat.
Berbicara kepada Carnegie Endowment for International Peace, Wakil Penasihat Keamanan Nasional Jon Finer mengatakan, Pakistan telah mengejar "teknologi rudal yang semakin canggih, dari sistem rudal balistik jarak jauh hingga peralatan, yang akan memungkinkan pengujian motor roket yang jauh lebih besar."
Jika tren tersebut terus berlanjut, Finer mengatakan, "Pakistan akan memiliki kemampuan untuk menyerang target yang jauh melampaui Asia Selatan, termasuk di Amerika Serikat," dikutip dari Reuters 20 Desember.
Jumlah negara bersenjata nuklir dengan rudal yang dapat mencapai Negeri Paman Sam "sangat kecil dan mereka cenderung bermusuhan," lanjutnya, menyebut Rusia, Korea Utara, dan China.
"Jadi, sejujurnya, sulit bagi kami untuk melihat tindakan Pakistan sebagai sesuatu selain ancaman yang muncul bagi Amerika Serikat," kata Finer.
Pengungkapan mengejutkan Finer menggarisbawahi, seberapa jauh hubungan yang dulunya dekat antara Washington dan Islamabad telah memburuk sejak penarikan pasukan AS tahun 2021 dari Afghanistan.
Hal itu juga menimbulkan pertanyaan tentang apakah Pakistan telah mengubah tujuan senjata nuklir dan program rudal balistik yang telah lama dimaksudkan untuk melawan tujuan India, pemenang dalam tiga perang besar yang telah mereka lakukan sejak 1947.
Pidato Finer disampaikan sehari setelah Washington mengumumkan putaran sanksi baru terkait dengan program pengembangan rudal balistik Pakistan, termasuk untuk pertama kalinya terhadap badan pertahanan milik negara yang mengawasi program tersebut.
Kedutaan Pakistan tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Islamabad sendiri menganggap senjata nuklir dan program rudal balistiknya sebagai pencegah agresi India dan dimaksudkan untuk menjaga stabilitas regional.
Dua pejabat senior pemerintahan, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan kekhawatiran AS terhadap program rudal Pakistan telah berlangsung lama dan berasal dari ukuran mesin roket yang sedang dikembangkan.
Ancaman yang dihadapi Amerika Serikat masih akan terjadi hingga satu dekade lagi, kata seorang pejabat.
Komentar Finer, kata para pejabat, dimaksudkan untuk menekan pejabat Pakistan agar menjelaskan mengapa mereka mengembangkan mesin roket yang lebih kuat, sesuatu yang telah mereka tolak.
"Mereka tidak mengakui kekhawatiran kami. Mereka mengatakan kepada kami bahwa kami bias," kata pejabat AS kedua, seraya menambahkan pejabat Pakistan secara keliru menyiratkan sanksi AS terhadap program rudal mereka dimaksudkan "untuk menghambat kemampuan mereka dalam mempertahankan diri dari India."
Finer memasukkan dirinya sendiri di antara pejabat senior AS yang katanya telah berulang kali menyampaikan kekhawatiran tentang program rudal tersebut kepada pejabat tinggi Pakistan, tetapi tidak berhasil.
Washington dan Islamabad, katanya, telah menjadi "mitra lama" dalam pengembangan, penanggulangan terorisme, dan keamanan.
"Itu membuat kami semakin mempertanyakan mengapa Pakistan akan termotivasi untuk mengembangkan kemampuan yang dapat digunakan untuk melawan kami," katanya.
Pakistan sendiri diketahui mengkritik hubungan hangat yang telah dijalin Presiden AS Joe Biden dengan musuh lamanya, India, dan mempertahankan hubungan dekat dengan Tiongkok.
Beberapa entitas Tiongkok telah dikenai sanksi AS karena memasok program rudal balistik Islamabad.
Diketahui, Pakistan melakukan uji coba senjata nuklir pertamanya pada tahun 1998 - lebih dari 20 tahun setelah uji coba ledakan pertama India - dan telah membangun persenjataan rudal balistik yang luas yang mampu melontarkan hulu ledak nuklir.
Organisasi penelitian Bulletin of the American Scientists memperkirakan Pakistan memiliki persediaan sekitar 170 hulu ledak.