Erick Thohir Pasrah, COVID-19 Bikin Dividen BUMN Tak Akan Capai Target di 2020 dan 2021
JAKARTA - Wabah virus corona atau COVID-19 yang semakin meluas di Indonesia berdampak negatif terhadap berbagai sektor, tak terkecuali bagi bisnis Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu dampaknya, dividen dari perusahaan-perusahaan pelat merah sulit mencapai target.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan, target dividen 2020 sulit tercapai. Bahkan, setoran dividen 2021 diproyeksi hanya mencapai 50 persen. Meski begitu, kata Erick, setoran dividen BUMN kemungkinan akan kembali normal pada tahun 2022.
"Dengan kondisi seperti ini, untuk dividen 2020 kemungkinan akan meleset. Pada 2021 pastinya jauh sekali karena sudah lihat dampak-dampaknya di banyak BUMN. Kami harapkan 2022 kembali stabil," kata Erick, saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR, di Jakarta, Jumat, 3 April.
Erick mejelaskan, saat ini Kementerian BUMN sedang memetakan BUMN mana saja yang akan terkena dampak negatif dari meluasnya wabah COVID-19 di Indonesia.
Sebagai contoh, Erick berujar, Kementerian BUMN mengantisipasi akan adanya peningkatan non performing loan (NPL) pada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), terutama pada kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
"Karena kita tahu, dengan policy dari pemerintah terkait dengan bunga UKM dan lain-lain ditunda, lalu semua industri juga terdampak. Nah ini pasti akan ada peningkatan NPL di Himbara," katanya.
Kemudian, lanjut Erick, cashflow PLN dan Pertamina juga akan terganggu dengan menurunnya nilai kurs rupiah akibat wabah COVID-19 ini. Sebab, PLN memiliki obligasi yang sebagian besar dalam mata uang dolar.
Sementara itu, Pertamina dalam melakukan impor minyak menggunakan mata uang dolar, meskipun menjual dalam kurs rupiah. Untuk itu, Erick mengatakan, pihaknya juga sudah melakukan rapat dengan direksi Pertamina untuk memastikan bagaimana kondisi cashflow mereka.
Erick mengatakan, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar jangan sampai Pertamina dalam kondisi yang mengkhawatirkan karena tekanan COVID-19.
Baca juga:
"Pasti tentu penurunan pendapatan untuk BUMN di sektor pariwisata dan transportasi. Angkasa Pura, Garuda, Kereta Api, HIN, Pelindo, ASDP, Pelni dan lain-lainnya sudah terlihat bahwa kemungkinan tahun ini bisa minus. Ini tentu yang memberatkan," tuturnya.
Sasar Utang BUMN
Tak hanya itu, Erick mengatakan, dampak dari wabah COVID-19 ini juga turut menyasar pada utang-utang BUMN yang akan jatuh tempo. Salah satunya, Garuda Indonesia yang memiliki obligasi senilai 500 juta dolar Amerika Serikat (AS) yang akan jatuh tempo pada Juni 2020.
"Kita ketahui bahwa industri penerbangan di mana-mana di seluruh dunia sedang collapse," katanya.
Erick mengungkap, sebenarnya BUMN telah memiliki jalan keluar yang sangat baik untuk mengatasi dampak COVID-19 di sektor transportasi yakni ketika ibadah haji dan umrah bisa tetap berjalan.
"Garuda juga kemarin sempat sebenarnya punya jalan keluar yang sangat baik, ketika haji umrah tetap berjalan. Kita tutup beberapa penerbangan luar negeri yang sudah tidak efisien, tetapi mengutamakan penerbangan dalam negeri. Awalnya baik, tetapi karena sekarang ditutup semua, sudah tentu membuat cashflow-nya sangat negatif," tuturnya.
Kemudian, kata Erick, Bulog juga menghadapi tekanan utang jangka pendek dikarenakan keterbatasan kas dan penumpukan inventory. Di mana kas jangka pendek ini berasal dari Himbara.
Erick mengatakan, untuk mengatasi keadaan yang menimpa Bulog, dirinya sudah melakukan rapat bersama yang bersangkutan, bersama juga Menteri Sosial dan beberapa menteri lain untuk mencari jalan keluar. Sesuai dengan kondisi Perppu, maka sekarang inventory, akan diberikan kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung.
Tak hanya itu, Erick menjelaskan, ada BUMN karya yang menghadapi fixed coupon obligasi jangka panjang dengan kondisi tingkat bunga yang rendah saat ini.
"Kita tahu semua proyek jangka panjang dibiayai oleh Himbara dengan pinjaman jangka pendek. Untungnya, kemarin sudah ada solusi dengan Kementerian Keuangan, kemungkinan kami akan coba utang-utang jangka pendek ini dijadikan jangka panjang," tuturnya.
Erick berujar, melalui opsi ini maka program pemerintah dalam melakukan pembangunan infrastruktur akan tetap bisa berjalan.
Restrukturisasi BUMN
Di sisi lain, Erick menerapkan kebijakannya efisiensi anak cucu perusahaan di bawah kepemimpinannya. Ada sekitar 51 anak cucu usaha perusahaan pelat merah yang akan ditutup. Tujuannya, agar perusahaan BUMN fokus menjalankan core bisnisnya.
Erick mengatakan, perusahaan pelat harus melakukan good corporate governance (GCG), fokus pada core bisnis, dan efisiensi yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan, agar anak cucu perusahaan terus sehat.
Dari 51 anak cucu BUMN yang dipangkas itu berasal dari tiga perusahaan, yakni PT Garuda Indonesia, PT Pertamina dan PT Telkom.
Jumlah anak dan cucu usaha yang dipangkas oleh Garuda Indonesia sebanyak 6 perusahaan. Sementara itu, di Pertamina ada 25 anak dan cucu usaha yang ditutup. Sedangkan, di Telkom 20 anak-cucu usaha.