Dugaan Pj Wali Kota Pekanbaru Pungut Uang OPD hingga RSUD Bakal Diusut KPK
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusut dugaan korupsi yang menjerat Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT). Termasuk adanya permintaan uang kepada organisasi perangkat daerah (OPD).
"Tadi kalau diperhatikan ada konstruksi Pasal 12B ini yang akan kita kembangkan juga," kata Plh Direktur Penyidikan Achmad Taufik Husein kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Desember.
"Apakah ada unsur lainnya juga, itu akan jadi pengembangan kami juga di proses penyidikan berikutnya," sambung Taufik.
Diketahui, komisi antirasuah menetapkan Risnandar bersama ekda Pekanbaru Indra Pomi Nasution, dan Plt Kepala Bagian Umum Setda Pekanbaru Novin Karmila sebagai tersangka. Ketiganya disangka melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Adapun dugaan Risnandar melakukan pungutan kepada kepala dinas disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Ia awalnya menyebut operasi tangkap tangan (OTT) yang terjadi di Pekanbaru, Riau berkaitan dengan permainan anggaran.
"Ya, informasi sementara terkait dengan penggunaan uang bendahara," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di kawasan Bali, Selasa, 3 Desember.
Baca juga:
- Pj Wali Kota Pekanbaru Bungkam saat Tiba di Gedung KPK usai Terjaring OTT
- Rohidin Mersyah Diduga Minta Pejabat Jadi Tim Pemenangan Kumpulkan Uang untuk Pilgub Bengkulu
- Mantan PM Malaysia Najib Bantah Terlibat Kasus Dugaan Korupsi TIA ke 1MDB Senilai RM2,3 Miliar
- Kasus Duta Palma Grup, Kejagung Sita Uang Rp288 Miliar Dari Mantan Ipar Surya Darmadi
Alexander menyebut diduga terjadi akal-akalan dalam prosesnya. "Itu kan uang bendahara, ada istilahnya pengeluaran dulu kemudian buktinya itu dipertanggungjawabkan gitu kan (untuk, red) uang ganti mengisi brankas," ujarnya.
"Salah satu modusnya itu tadi, ada pengambilan cash kemudian dibagi-bagi dengan bukti pengeluaran fiktif. Ini kan konyol. Mungkin kalau beli alat tulis kantor, alat tulis kantornya hanya kuitansi tapi barangnya enggak ada dan sebagainya," sambung Alexander.
Saat menjadi auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Alexander pernah menemukan hal serupa. "Modus seperti ini dengan pertanggungjawaban fiktif juga sudah lama, sekitar 20 tahun dan praktik itu juga masih dilakukan," tegasnya.
Selain itu, ada dugaan juga terjadi pungutan kepada kepala dinas. Tapi, Alexander belum bisa memberikan rincian karena pemeriksaan masih dilakukan.
"Kemudian ada kutipan atau pungutan dari kepala-kepala dinas, masing-masing OPD, dan dari rumah sakit umum daerah," pungkasnya.