Dedi Mulyadi Memimpin dengan Kearifan Lokal
JAKARTA - Pasangan Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan telah dipastikan unggul dalam Pemilihan kepala Daerah Jawa Barat 2024 dan menyingkirkan 3 pasangan lain. Hasil quick count dari berbagai lembaga survei pasangan ini memperoleh suara 61 persen lebih yang memastikan mereka terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur untuk periode 2024-2029.
Mantan bupati Purwakarta dua periode ini begitu terpilih siap melaksanakan programnya. Ia mengusung visi dengan merujuk pada sejarah peradaban Sunda, terutama Pakuan Pajajaran, sebagai landasan membangun masa depan Jawa Barat. Jargon kampanye nya, Ngurus lembur nata kota (mengurus desa dan menata kota) menjadi pendekatan utama mereka.
Dedi salah satu tokoh Jawa Barat yang dikenal dengan kepeduliannya terhadap budaya dan lingkungan. Dia selama ini dinilai taat pada identitas jati diri pada karuhun (silsilahnya). Memiliki visi besar untuk memajukan Jawa Barat, khususnya dalam bidang ketahanan pangan dan aglomerasi ekonomi. Dengan pendekatan yang mengakar pada nilai-nilai budaya lokal. Ia diyakini mampu membawa Jawa Barat menjadi salah satu provinsi terdepan dalam ketahanan pangan dan pengembangan wilayah secara berkelanjutan.
Baca juga:
Setelah terpilih ia mengatakan akan segera melakukan pembenahan beberapa hal membangun infrastruktur jalan, ekonomi berbasis kawasan, kesehatan terintegrasi, tata ruang dan rumah layak huni yang berbasis budaya lokal.
Infrastruktur jalan terintegrasi, ia melihat pemerintah masa Jokowi banyak membangun jalan tol tapi masih terjadi kemacetan terjadi dimana-mana. Menurut Dedi itu karena jalan tol dibangun tetapi tidak dibarengi pembangunan pembangunan jalan provinsi dan kabupaten, akibatnya begitu keluar dari jalan tol terjadi kemacetan. "Oleh karena itu ke depan harus ada sinergi antara perencanaan pusat dan daerah, "kata Dedi saat dialog dengan Akbar Faisal, di Uncersored baru-baru ini.
Demikian juga soal Pendidikan, sekarang banyak sekolah yang akhirnya menghasilkan pengangguran. Itu menurutnya karena tidak machnya antara Pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja. Untuk itu Dedi mengetengahkan ekonomi berbasis kawasan misal di daerah tertentu atau pabrik tertentu apa yang dibutuhkan sekolah yang ada harus diarahkan memenuhi kebutuhan tenaga kerja di lokasi itu.
Masalah pendidikan lainnya, dengan sistem zonasi seperti sekarang. Harusnya pemerintah menyiapkan jumlah kursi di SMP dan SMA itu yang bisa mampu menampung jumlah siswa SD yang ada. Sehingga tidak ada lagi siswa yang tidak tertampung. Dedi mengaku ke depan akan membenahi persoalan ini.
Saat ini Jawa Barat menghadapi buruknya layanan kesehatan terutama kekurangan tenaga dokter spesialis. Menurutnya, hal itu mudah saja cara mengatasinya, dengan dana dari pemda-pemda untuk membuat program pendidikan dokter spesialis. Jadi daerah tertentu yang kurang dokter spesialis diminta dananya untuk memberangkatkan tenaga dokter spesialis, atau bisa dengan menggunakan dana alokasi Gubernur untuk mengirimkan dokter belajar spesialis.
Persoalannya selama ini terjadi banyak rujukan berbagai penyakit ke RS Sadikin, sudah tempatnya, daftar tunggunya lama sekali. Ke depan Dedi ingin buat keberadaan dokter spesialis di beberapa RS di daerah sehingga orang yang sakit tidak harus datang ke Bandung, tapi bisa di daerahnya karena dokter spesialis akan disebar merata.
Dedi tokoh yang dikenal dengan kepedulian terhadap budaya dan lingkungan, memiliki visi besar untuk memajukan Jawa Barat, khususnya dalam bidang pangan dan aglomerasi ekonomi. Dengan pendekatan yang mengakar pada nilai-nilai budaya lokal, ia diyakini mampu membawa Jawa Barat menjadi salah satu provinsi terdepan dalam ketahanan pangan dan pengembangan wilayah secara berkelanjutan.
Visi Dedi Mulyadi untuk peningkatan potensi pangan, ia punya keyakinan sebagai wilayah agraris, Jawa Barat memiliki sumber daya alam yang melimpah, mulai dari tanah subur, cuaca yang mendukung, hingga keragaman komoditas pertanian. Namun, tantangan seperti alih fungsi lahan, urbanisasi, dan perubahan iklim seringkali menghambat pengelolaan potensi ini. Dedi Mulyadi menawarkan solusi melalui pendekatan berbasis budaya dan kearifan lokal:
Terkait pembangunan fisik, Dedi juga melihat kegelisahan Jawa Barat belum menonjolkan identitas diri, berbeda daerah lain seperti Bali,Jawa tengah Sumatera Barat dan Toraja memiliki ciri pembeda. Ia melihat Jawa Barat selama ini tidak tercermin ciri dan identitasnya, bagaimana rumah khas Jawa Barat, bentuk pagar rumah, ciri gapura jalan masuk. Menurutnya kedepan akan mulai dirumuskan ciri khas identitas misal yang mencerminkan identitas masyarakat Jawa Barat.
Berkait ketahanan pangan, Dedi juga menyiapkan beberapa hal, antara lain revitalisasi sistem pertanian. Saat ini Jawa Barat memiliki 13 bendungan, 7 bendungan baru dibangun selama Pemerintahan Jokowi. Namun persoalannya banyak bendungan namun aliran tersier dan irigasinya belum seluruhnya lancar, sehingga tidak bisa digunakan mengairi sawah.
Kedepan pihaknya akan merevitalisasi sistem pertanian yang tradisional dengan pengembangkan pertanian modern yang selaras dengan praktik tradisional, seperti tetap mempertahankan leuweung larangan (hutan larangan) dan tatanen di bumi ageung (bertani di bumi yang luas). Sistem ini tidak hanya melindungi ekosistem, tetapi juga menjaga kearifan masyarakat adat Jawa Barat.
Dedi juga melakukan penguatan pada komoditas local. Ia berkomitmen untuk memperkuat komoditas unggulan Jawa Barat, seperti beras premium dari Cianjur, kopi dari Garut, dan teh dari Pangalengan. Mantan anggota DPR ini berencana menjadikan produk-produk ini memiliki daya saing global dengan meningkatkan kualitas produksi, pemasaran digital, dan akses ke pasar internasional.
Selain memahami konsep pertanian dan perikanan yang berkelanjutan, Dedi juga sering menjadi inisiator berbagai program yang bermanfaat bagi sektor pertanian dan perikanan.
Ia menyebut Lembur Pakuan, yang menjadi kediaman Dedi selama ini telah dikembangkan menjadi semacam “laboratorium” bagi konsep pertanian, peternakan, dan perikanan berbasis lingkungan yang ia kembangkan. Yang menjadi model membangun ketahanan bagi setiap masyarakat. Di sana, Dedi menerapkan berbagai pendekatan modern yang berorientasi pada keberlanjutan.
Inspirasi Ketahanan Pangan dari Ajaran Karuhun
Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Tim Pemenangan Pasangan Dermawan (Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan), Anton Charliyan, dalam program pasangan Dermawan yang mengusung jargon "Ngurus Lembur Menata Kota" soal Ketahanan Pangan itu ada di program Penataan Ruang Berbasis Budaya lokal dan Pemberdayaan Pertanian dan nelayan. Soal Ketahanan pangan menurut Anton akan dimulai dari keluarga. Jadi setiap individu akan dibudidayakan dulu sebagai masyarakat pertanian berbasis kultur dan berbasis geospasial.
Misalnya Cianjur dikenal sebagai daerah menanam pagi ya akan lebih diberdayakan menanam padi. Baik penanaman padi di sawah maupun padi di huma. Misalnya daerah pantai yang memiliki banyak tanaman kelapa akan diberdayakan kelapanya. Itu dimulai dari basikal warga, agar warga itu cinta bertani dan menanam, dengan apa dengan cara membudayakan warga menanam apotik hidup dan sayur sayuran yang dibutuhkan setiap hari, seperti tomat cabai, bawang daun dan apotik hidupnya.
"Bagaimana kita ingin membiasakan ketahanan pangan kalau daya pertaniannya tidak dibangun,". ujar Anton dihubungi Voi, 1 Desember.
Penataan daerah pertanian, kata Anton, itu akan berbasis kontur tanah, kebutuhan, dan geospasial. Tentu kebutuhan yang di maksud, adalah kebutuhan. Itu akan diusahakan dipenuhi dulu untuk kebutuhan internal, jika ada sisanya bisa diperdagangkan antar provinsi, syukur-syukur bisa ekspor.
Sebab menurutnya suatu daerah memiliki jenis padi dan produk tertentu yang belum tentu cocok di daerah lain, jadi pengembangannya mempertimbangkan aspek geospasial masing-masing daerah. Sebagai misal di Karawang mungkin jenis padinya akan beda dengan daerah Tasik. Jadi tidak semua wilayah akan difokus dengan komoditi yang sama. Itu akan akan diidentifikasi masing -masing wilayah
Budaya geospasial, itu menanam dengan jenis tanaman yang berbeda beda, jadi disesuaikan dengan karakter tanah itu sendiri. Misal padi penanaman padi bisa di daerah Karawang, Indramayu, Cianjur, dan Singaparna. Sementara sayur- sayuran di Bandung atau daerah tinggi lain.
Kalau, Karawang, Indramayu, cianjur yang dikenal sebagai daerah produksi beras sejak jaman Belanda, itu akan dipertahankan. Tetapi juga perlu ditopang dengan daerah-daerah lain. Tetapi tetap berbasis, kultur, kebutuhan, dan geospasial.
Menurutnya selama ini Jawa Barat dikenal sebagai lumbung pangan tidak saja nasional bahkan ditingkat dunia. Tidak hanya tradisi menanam pagi, tradisi merawat, menyimpan hasil panen juga sudah dikenal di masyarakat Jawa Barat. Bahkan di pusat-pusat kebudayan dan desa adat Sunda, seperti di Ciptagelar, Sinaresmi, Sukabumi mengenal model penyimpanan dan bank padi bernama Leuit (lumbung padi) mereka bisa bertahan selama 150 tahun tak perlu menanam padi.
Terkait peran Jawa Barat dalam Kawasan aglomerasi yang akan mengarahkan kawasan itu sebagai Kawasan Smart City. Menurut Anton, Dedi lebih mengarah kepada pembentukan Desa Mandiri, desa yang bisa memenuhi pangannya sendiri. Samnbil mengembangakan birokrasi efisien yang berbasis digital.