Sapu Bersih Jawa atau Bersepakat di Pilkada Jakarta?
JAKARTA – Pilkada Jakarta 2024 (setidaknya putaran pertama) telah usai digelar. Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno mendeklarasikan kemenangan mereka bahkan hanya dalam satu putaran.
Keyakinan menang satu putaran paslon yang diusung PDI Perjuangan ini didasarkan pada hasil real count KPUD DKI Jakarta dan perhitungan formulir C hasil KWK, Kamis, 28 November 2024 yang disebut telah mencapai 100 persen TPS di seluruh wilayah Jakarta.
“Alhamdulillah hasil real count KPUD DKI Jakarta dan perhitungan formulir C hasil KWK per pagi ini, Kamis, tanggal 28 November 2024, telah mencapai 100 persen TPS di seluruh daerah pemilihan Jakarta dengan menunjukkan hasil bagi pasangan nomor 03 yaitu 2.183.577 suara atau 50,07 persen,” ungkap Pramono Anung dalam konferensi pers, Kamis 28 November 2024.
Klaim kemenangan pasangan Pramono-Rano ini sebenarnya linier dengan hasil hitung cepat berbagai lembaga survei. Tapi, soal Pilkada Jakarta hanya satu putaran masih bisa diperdebatkan, mengingat ada perbedaan hasl hitung cepat lembaga survei terkait perolehan suara Pramono-Rano yang melewati 50 persen plus satu untuk satu putaran di Pilkada Jakarta 2024.
Baca juga:
Hasil hitung cepat Indikator Politik Indonesia menemukan pasangan Pramono-Rano meraup 49,87 persen, RK-Suswono 39,53 persen dan Dharma Pongrekun-Kun Wardhana 10,61 persen suara. Hal ini berbeda dari hasil hitung cepat Charta Politika Indonesia, dimana Pramono-Rano sudah meraih 50,15 persen, unggul dari RK-Suswono dengan 39,25 persen dan Dharma-Kun 10,60 persen.
Soal satu atau dua putaran di Pilkada Jakarta 2024, pengamat politik Hendri Satrio alias Hensat punya pendapat sendiri. Menurutnya, peluang kemenangan pasangan Pramono Anung-Rano Karno bergantung pada sikap Presiden Prabowo Subianto. Sebab dia menilai, keberhasilan PDIP di Jakarta masih sangat bergantung pada apakah partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu bergabung dengan koalisi pemerintah.
“Terjadi atau tidaknya putaran kedua (Pilkada Jakarta) kuncinya adalah bagaimana Presiden Prabowo ingin posisi PDI Perjuangan di pemerintahannya. Bila PDIP memutuskan tetap berada di luar koalisi pemerintah, harapan pasangan Pramono-Rano untuk menang dalam satu putaran bisa hanya akan menjadi angan-angan,” ungkap Hensat, Senin 2 Desember 2024.
“Bila Presiden Prabowo ingin PDIP bersama pemerintahannya, maka Pramono-Rano dibiarkan menang. Namun, bila sebaliknya, maka Ridwan Kamil-Suswono akan “dipaksakan” menang, agar sapu bersih di wilayah Jawa,” sambungnya.
Premis yang dilontarkan Hensat bisa jadi ada benarnya. Sebab, Direktur Eksekutif Survei and Polling Indonesia (SPIN), Igor Dirgantara menilai bahwa Pilkada Jakarta menjadi pertarungan elite politik nasional antara Jokowi, Prabowo, dan Susilo Bambang Yudhoyono melawan Megawati Soekarnoputri, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Anies Baswedan yang di saat-saat terakhir mendeklarasikan dukungannya pada pasangan Pramono-Rano. “Perhelatan Pilkada Jakarta 2024 bukan sekadar kompetisi antarpaslon, tetapi juga kompetisi antarelite politik, yaitu Prabowo-Jokowi-SBY Vs Megawati-Ahok-Anies,” imbuhnya.
Kedekatan Pramono dengan Jokowi dan Prabowo Bisa Menjadi Bentuk Kesepakatan
Figur Anies Baswedan yang selama ini sudah dikenal sebagai antitesa Jokowi dengan slogan perubahannya memang bak menjadi game changer di kubu Pramono-Rano. Pengamat politik Emrus Sihombing mengatakan, kemenangan Pramono-Rano sudah “tercium” sejak Anies mendeklarasikan dukungannya, yang terlihat dengan meroketnya elektabilitas Pramono-Rano menjelang hari pencoblosan, 27 November lalu.
“Sebelum pencoblosan, saya punya hipotesa Pramono-Rano akan menang satu putaran. Tren kenaikan elektabilitas dengan adanya dukungan Anies Baswedan. Dukungan Anies dengan “Anak Abahnya” memberikan efek besar untuk Pramono-Rano Karno,” terangnya.
Soal dukungan Anies kepada Pramono-Rano pernah disorot Maruarar Sirait. Menteri Perumahan di Kabinet Merah Putih ini menyebut, dukungan Anies untuk Pramono-Rano membuat Koalisi Indonesia Maju sebagai pengusung RK-Suswono makin semangat.
Bahkan, dia ingin membuktikan dukungan siapa yang lebih kuat antara Anies di kubu Pramono-Rano dengan Presiden RI ke-7 Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto yang diklaim berada di barisan pendukung Ridwan Kamil-Suswono. “Kita lihat lebih kuat PDI Perjuangan atau Anies atau Ridwan Kamil Yang didukung oleh Jokowi dan Prabowo,” kata Ara.
Faktor-faktor tersebut juga yang akhirnya membuat Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mewanti-wanti seluruh relawan, simpatisan dan kader partai waspada menjaga suara Pramono-Rano. Pasalnya, PDIP enggan kecolongan dengan manuver yang kemudian menggenapi kemenangan besar Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang juga didukung Presiden ke-7 Joko Widodo di wilayah Jawa. “Waspada karena ada pihak-pihak tertentu yang mencoba memaksakan agar Pilkada Jakarta dua putaran,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, ada beberapa temuan yang kemudian membuat PDIP waspada. Salah satunya soal dugaan pelanggaran netralitas ASN melalui manuver Pj Gubernur DKI Jakarta yang merombak camat dan lurah saat pilkada sedang bergulir. “Perombakan itu kan sudah bertentangan dengan UU Pilkada, tepatnya Pasal 71 ayat (2). Belum lagi jika kita bicara potensi politisasi bansos dan keterlibatan oknum yang kita sebut dengan partai cokelat,” tukas Hasto.
Direktur Eksekutif Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam menilai, terlepas adanya kesepakatan politik antara Megawati Soekarnoputri dan Presiden Prabowo Subianto usai Pilkada Jakarta 2024, sebenarnya Ketua Umum PDI Perjuangan itu sudah mengeluarkan keputusan yang cerdas saat menunjuk Pramono Anung sebagai calon Gubernur Jakarta.
Sebab, Megawati sengaja memilih figur yang selama ini dikenal punya kedekatan baik dengan Jokowi maupun Prabowo. Bisa saja, lanjut dia, faktor kedekatan Pramono, Jokowi dan Prabowo merupakan salah satu bentuk kesepakatan politik. Seperti diketahui, Pramono menjabat sebagai Sekretaris Kabinet di sepuluh tahun pemerintahan Jokowi, di mana Prabowo juga menjadi Menteri Pertahanan.
“Faktor kedekatan Pramono dengan Jokowi dan Prabowo ini yang membuat sel-sel politik Jokowi dan Prabowo juga tampaknya tidak dilepas untuk menghancurkan pilar-pilar politik Pramono. Dengan kata lain, pemegang remote kekuasaan dibuat gamang untuk “menghabisi” calon dari PDIP yang dikeroyok rame-rame, mengingat kedekatan personal mereka selama ini,” kata Umam.