Putusan MK Soal Kewenangan KPK Tangani Korupsi Militer, Momentum Perbaikan Tata Kelola TNI

JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani kasus korupsi di lingkungan militer dianggap sebagai peluang besar untuk memperbaiki tata kelola TNI dan Kementerian Pertahanan.

Hal ini disampaikan Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, yang menyatakan bahwa langkah ini bisa menjadi awal untuk membangun sistem yang lebih transparan dan akuntabel.

“TNI dan Kementerian Pertahanan harus membangun sistem pengelolaan yang lebih akuntabel, mengingat selama ini terdapat kritik terkait transparansi dalam pengadaan militer yang sering berdalih alasan keamanan negara,” kata Lakso dalam keterangan tertulis, Senin 2 Desember.

Lakso menambahkan, program pengadaan di bidang pertahanan harus melibatkan KPK untuk memastikan akuntabilitas, tanpa mengesampingkan prinsip keamanan nasional. Ia menegaskan bahwa putusan MK ini tidak boleh hanya direspons reaktif ketika ada kasus, melainkan harus menjadi landasan untuk membangun sistem yang lebih baik.

“KPK kini memiliki kewenangan tegas. Mereka tidak boleh tunduk pada tekanan apa pun, dan harus proaktif dalam mengusut kasus korupsi militer,” ujarnya.

IM57+ Institute juga berharap TNI menyikapi putusan ini dengan sikap kooperatif. Hal ini penting untuk mendukung kerja KPK dalam penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan kasus korupsi yang melibatkan anggota militer.

“TNI sebagai institusi negara harus mendukung upaya ini demi memperkuat integritasnya. Sementara itu, KPK harus menunjukkan keseriusan dalam menangani kasus-kasus strategis, termasuk di sektor militer,” tegas Lakso.

Putusan MK memperluas pemaknaan Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang sebelumnya hanya menyebutkan kewenangan KPK dalam mengoordinasikan dan mengendalikan penanganan tindak pidana korupsi yang melibatkan peradilan militer dan umum. Frasa tambahan menegaskan bahwa KPK dapat menangani kasus korupsi militer, asalkan prosesnya dimulai oleh lembaga tersebut.

Keputusan ini diambil dalam uji materi Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang diajukan advokat Gugum Ridho Putra. Dalam amar putusannya, Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa Pasal 42 UU KPK sebelumnya bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945, sehingga frasa tambahan diperlukan.

Lakso menilai, putusan ini tidak hanya mempertegas peran KPK tetapi juga menjadi titik tolak reformasi di tubuh TNI dan sektor pertahanan secara keseluruhan. Ia berharap langkah ini akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi-institusi tersebut sekaligus memperkuat supremasi hukum.

"Dengan putusan ini, tak ada lagi alasan bagi KPK untuk tidak mengusut kasus korupsi di ranah militer. Ini adalah momentum penting untuk menciptakan tata kelola yang bersih dan profesional di sektor pertahanan," tutupnya.