Pretty Pantry Paradigm, Tren Dapur Estetik sebagai Ekspresi Diri
JAKARTA – Ibu-ibu milenial maupun dari kelompok generasi Z tidak lagi menganggap dapur sebagai ruang untuk memasak semata, tapi menjadi elemen gaya hidup visual. Meski dianggap naik kelas, fenomena dapur cantik ini justru memiliki dampak negatif karena dianggap mendorong masyarakat berperilaku konsumtif.
Sekitar sepuluh tahun yang lalu, kita disuguhkan pada kenyataan bahwa dapur sebatas ruang memasak dan menyimpan makanan. Tapi di era sekarang ini dapur seperti beralih fungsi. Tidak lagi sebatas tempat para ibu menyiapkan masakan untuk keluarga.
Dapur masa kini jauh dari kata kotor, berminyak, atau lengket. Dapur masa kini lebih modern, dengan penampilan bersih, estetik, dan memanjakan mata.
Tapi di balik dapur cantik dambaan para ibu ini, ada dampak negatif yang mengintai. Keinginan membuat dapur yang instagramable mendorong individu menjadi lebih konsumtif.
Dapur seperti Fesyen
Fenomena dapur cantik ini digandrungi generasi milenial dan generasi z (gen z). Tren ini kemudian disebut dengan pretty pantry paradigm. Dua generasi ini sekarang menjadikan dapur seperti fashion item, berbeda dengan generasi pendahulu yang lebih mengutamakan fungsi.
Namun Fenomena dapur estetik tidak terjadi begitu saja. Semuanya bermula dari perkembangan media sosial yang begitu pesat dalam beberapa tahun ke belakang.
Boleh dibilang generasi muda ini terinspirasi dari gaya hidup keluarga selebritas dan pengusaha Amerika Serikat, keluarga Kardashian, yang sukses dengan reality show berjudul Keeping up With the Kardashians.
Dalam acara tersebut, keluarga Kardhasian diketahui memiliki dapur yang bersih, rapi, indah. Ruangan yang luas, aneka toples yang terorganisir dengan warna netral, dan rak yang minimalis berhasil memanjakan mata para penontonnya.
Alhasil, generasi milenial dan gen z yang mengidolakan Kardashian family ini terhipnotis dengan tampilan dapur yang estetik. Tren ini merambah ke sejumlah platform media sosial seperti Instagram dan TikTok. Para influencer seolah tak mau ketinggalan memamerkan dapur yang begitu teratur, seolah-olah tak pernah digunakan. Ditambah lagi ide-ide dapur cantik yang tersebar di Pinterest, medsos andalan ibu-ibu muda yang mendambakan dapur yang sedap dipandang mata.
Tren pretty pantry paradigm kemudian menjadikan barang-barang dapur sebagai ekspresi diri, mirip seperti fashion, untuk menciptakan identitas personal. Tak hanya itu, tren ini juga berdampak pada industri.
Melihat fenomena ini, beberapa brand bahkan mendesain ulang kemasan mereka supaya bisa diterima dapur Gen Z dan milenial yang estetik.
Salah satunya adalah kemasan produk yang sudah legendaris, Lee Kum Kee. Menurut laporan dari Lancet Planetary Health melalui Earth Commission (2024) mereka mendesain ulang kemasan produk seperti saus, kecap asin, dan saus tiram dengan meninggalkan warna-warna genjreng. Tujuannya adalah demi menarik minat generasi muda.
Mendorong Perilaku Konsumtif
Menurut agensi riset Kantar Millward Brown, gen Z memang lebih menyukai konten dalam bentuk visual dibandingkan tulisan. Konten visual lebih mudah diterima oleh gen z karena membuat mereka tak perlu fokus hanya pada satu aktivitas saja.
Data yang sama juga diungkap survei Forbes Advisor dan Talker Research pada April 2024. Dalam jajak pendapat ini menunjukkan sekitar 45 persen gen z cenderung melakukan pencarian di medsos ketimbang mesin pencari tradisional seperti Google.
Alasannya, gen z lebih suka mencari informasi di media sosial seperti TikTok dan Instagram dibandingan Google karena mereka lebih tertarik pada pencarian yang visual, cepat, dan interaktif.
Genz juga cenderung menghargai desain yang minimalis dan fungsional. Mereka menyukai ruang yang bersih, teratur, dan efisien dalam penggunaannya. Konsep “less is more” sangat relevan dalam pilihan dekorasi mereka.
Tren pretty pantry ini tidak hanya berimbas pada produk makanan yang mengubah desain mereka supaya lebih diterima anak muda, tapi juga merambah ke perusahaan organization tools, seperti rak, toples, botol, dan alat makan yang berlomba-lomba mengganti tampilan desain menjadi lebih simple, clean, dan tone warna netral.
Hal ini terjadi karena generasi muda sekarang lebih memilih memasukkan produk makanan, bumbu dapur, dan aneka produk pembersih ke dalam wadah yang sesuai dengan tone dapur daripada menyimpan produk tersebut di dalam kemasan aslinya.
Baca juga:
- Anies Baswedan vs Joko Widodo di Pilkada Jakarta 2024: Siapa Lebih Tangguh?
- Standar Hidup Layak Versi BPS Rp1,02 Juta Per Bulan, Rakyat Bisa Apa?
- Menuntut Persamaan Hak Guru Madrasah yang Sering Dianggap Anak Tiri
- PPDB Sistem Zonasi Ingin Dihapus: Solusi atau Justru Tambah Masalah Baru dalam Pendidikan di Indonesia?
Tapi fenomena pretty pantry paradigm ini seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, tren ini membuat dapur naik kelas, tapi di sisi lain justru memperparah sifat konsumtif karena membuat orang jadi lebih boros belanja barang yang sebenarnya tidak benar-benar dibutuhkan.
Soalnya, fenomena ini mendorong orang membeli rak dan toples baru demi memenuhi ekspektasi dapur estetik. jadi, orang cenderung tidak memanfaatkan barang yang ada, tapi justru membeli barang lebih banyak.