Australia Makin Dekat dengan Larangan Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun

JAKARTA – Parlemen Australia semakin mendekati penerapan larangan penggunaan media sosial bagi anak di bawah usia 16 tahun setelah Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut disetujui oleh Dewan Perwakilan dengan hasil voting 102 suara mendukung dan 13 menolak. Langkah ini, yang termasuk kontrol media sosial paling ketat di dunia, diharapkan menjadi undang-undang sebelum akhir tahun sidang parlemen pada Kamis 28 November.

RUU ini mewajibkan platform media sosial seperti Google, Meta, TikTok, dan X (sebelumnya Twitter) untuk menerapkan sistem verifikasi usia yang ketat. Jika melanggar secara sistematis, perusahaan dapat dikenai denda hingga 49,5 juta dolar Australia (sekitar Rp500 miliar). Pemerintah Australia juga berencana menguji coba sistem verifikasi usia yang dapat mencakup biometrik atau identifikasi pemerintah.

Perdana Menteri Anthony Albanese, yang menghadapi penurunan popularitas menjelang pemilu pada Mei 2025, menyatakan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan berisiko pada kesehatan fisik dan mental anak-anak. Larangan ini juga bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada keluarga dari ancaman cyber bullying dan dampak negatif media sosial lainnya.

Namun, kebijakan ini memicu perdebatan panas. Pendukung menyatakan bahwa anak-anak di bawah 16 tahun terlalu muda untuk menghadapi risiko dunia digital. Sementara itu, penentang, termasuk anak muda dan kelompok advokasi, mengatakan larangan ini membatasi hak anak untuk berekspresi dan berinteraksi secara sosial.

Dukungan dan Kritik

Survei terbaru dari YouGov menunjukkan bahwa 77% masyarakat Australia mendukung larangan ini, naik dari 61% pada Agustus. Media besar seperti Australian Broadcasting Corp dan News Corp juga mendukung langkah ini dengan kampanye bertajuk "Let Them Be Kids".

Namun, pihak seperti Komisi Hak Asasi Manusia Australia menentang RUU ini, dengan alasan bahwa kebijakan tersebut melanggar hak anak atas kebebasan berekspresi dan partisipasi sosial. Perusahaan teknologi besar, termasuk Google, Meta, dan TikTok, meminta pemerintah untuk menunda penerapan undang-undang ini hingga sistem verifikasi usia selesai diuji coba pada pertengahan 2025.

Dampak pada Keluarga

Jenny Branch-Allen, presiden Australian Parents Council, menyebut langkah ini sebagai respons penting terhadap kekhawatiran keluarga. "Mari kita coba mengurangi insiden yang melibatkan media sosial dan anak-anak muda di Australia," katanya.

Namun, bagi anak-anak seperti Enie Lam, pelajar 16 tahun di Sydney, larangan ini justru dianggap kontraproduktif. "Saya tahu menggunakan media sosial secara berlebihan itu tidak baik, tapi larangan ini bukan solusi," ujarnya.

RUU ini kini memasuki tahap perdebatan di Senat, yang akan menentukan masa depan salah satu kebijakan media sosial paling kontroversial di Australia.