Presiden Biden dan Macron Dikabarkan akan Mengumumkan Gencatan Senjata Israel-Hizbullah

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron diperkirakan akan mengumumkan gencatan senjata di Lebanon antara kelompok bersenjata Hizbullah dan Israel dalam waktu dekat, kata empat sumber senior Lebanon pada Hari Senin.

Di Washington, juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan, "Kami hampir mencapai kesepakatan" tetapi "tidak ada yang akan dilakukan sampai semuanya selesai," melansir Reuters 26 November.

Sementara, Kepresidenan Prancis mengatakan diskusi tentang gencatan senjata telah membuat kemajuan yang signifikan.

Di Yerusalem, seorang pejabat senior Israel mengatakan kabinet Israel akan bertemu pada Hari Selasa untuk menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan Hizbullah

Tanda-tanda terobosan diplomatik disertai dengan serangan udara besar-besaran Israel di pinggiran selatan Beirut yang dikuasai Hizbullah, saat Israel terus melancarkan serangan yang dilancarkannya pada bulan September setelah hampir setahun permusuhan lintas perbatasan.

Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak mengomentari laporan Israel dan Lebanon telah menyetujui teks kesepakatan tersebut. Namun, pejabat senior Israel mengatakan kepada Reuters, rapat kabinet Hari Selasa dimaksudkan untuk menyetujui teks tersebut.

Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Danny Danon mengatakan, Israel akan mempertahankan kemampuan untuk menyerang Lebanon selatan berdasarkan perjanjian apa pun. Lebanon sebelumnya menolak kata-kata yang akan memberikan Israel hak tersebut.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan, kesenjangan antara kedua pihak telah menyempit secara signifikan tetapi masih ada langkah-langkah yang perlu mereka ambil untuk mencapai kesepakatan.

"Sering kali tahap-tahap terakhir dari suatu perjanjian adalah yang paling sulit karena masalah yang paling sulit dibiarkan sampai akhir," katanya.

"Kami berusaha sekuat tenaga," tandasnya.

Di Beirut, Elias Bou Saab, wakil ketua parlemen Lebanon, mengatakan kepada Reuters, "tidak ada kendala serius" yang tersisa untuk mulai menerapkan gencatan senjata yang diusulkan AS dengan Israel, "kecuali Netanyahu berubah pikiran".

Ia mengatakan, usulan tersebut akan memerlukan penarikan militer Israel dari Lebanon selatan dan pasukan reguler Lebanon yang dikerahkan di wilayah perbatasan, yang telah lama menjadi basis Hezbollah, dalam waktu 60 hari.

Titik kritis mengenai siapa yang akan memantau kepatuhan terhadap gencatan senjata telah diselesaikan dalam 24 jam terakhir dengan kesepakatan untuk membentuk komite lima negara, termasuk Prancis dan diketuai oleh Amerika Serikat, katanya.

Pemerintahan Biden, yang akan mengakhiri jabatannya pada bulan Januari, telah menekankan diplomasi untuk mengakhiri konflik Lebanon, bahkan ketika semua negosiasi untuk menghentikan perang paralel di Gaza dibekukan.

Utusan AS untuk Timur Tengah Brett McGurk akan berada di Arab Saudi pada hari Selasa untuk membahas penggunaan gencatan senjata potensial di Lebanon sebagai katalisator untuk kesepakatan yang mengakhiri permusuhan di Gaza, kata Gedung Putih.

Diketahui, konflik di Lebanon meningkat drastis selama dua bulan terakhir setelah lebih dari setahun Israel dan Hizbullah saling serang lintas batas, sehari setelah konflik Hamas-Israel pecah di Gaza pada 8 Oktober 2023. Diplomasi ditujukan untuk mengakhir konflik ini.

Diplomasi konflik Lebanon difokuskan pada pemulihan gencatan senjata berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, yang mengakhiri perang besar terakhir antara Hizbullah dan Israel pada tahun 2006.

Resolusi tersebut mengharuskan Hizbullah untuk menarik mundur para pejuangnya sekitar 30 km (20 mil) dari perbatasan Israel, di balik Sungai Litani, dan tentara Lebanon reguler untuk memasuki wilayah perbatasan.

Israel dan Hizbullah saling menuduh gagal melaksanakannya di masa lalu; Israel mengatakan gencatan senjata baru harus memungkinkannya untuk menyerang pejuang atau senjata Hizbullah yang tersisa di selatan sungai.