Laporan Q3 2024 Kaspersky: Indonesia Posisi ke-103 Dunia dengan Serangan Siber Terbanyak

JAKARTA - Perusahaan keamanan siber global Kaspersky baru saja meluncurkan laporan keamanannya untuk kuartal ketiga tahun 2024, yang menunjukkan berbagai ancaman siber di seluruh dunia, termasuk Indonesia. 

Dalam laporan tersebut, Kaspersky mengungkapkan bahwa ada sebanyak 4.616.837 serangan berbasis web terdeteksi dan berhasil mereka blokir. Jumlah ini kemudian menempatkan Indonesia di posisi ke-103 dengan serangan siber terbanyak di seluruh dunia. 

Menurut perusahaan, ancaman yang semakin canggih ini dikarenakan pelaku ancaman telah berevolusi untuk mengaburkan kode berbahaya guna melewati analisis dan emulasi statis. 

“Serangan siber akan terus menargetkan individu dan bisnis dalam berbagai bentuk dan ukuran. Merupakan perkembangan yang baik bahwa bisnis dan konsumen secara progresif merangkul digitalisasi,” kata Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara dan Negara-negara Berkembang Asia di Kaspersky. 

Dengan demikian, perlindungan terhadap ancaman tersebut memerlukan solusi keamanan yang andal dan kuat yang memanfaatkan metode berbasis ML proaktif dan analisis perilaku dalam mendeteksi dan menangkis serangan waktu nyata.

Selain itu, kuartal ketiga tahun ini produk Kaspersky juga mendeteksi 9.307.255 insiden lokal pada komputer peserta KSN di Indonesia, menempatkan negara ini di posisi ke-69 secara global. 

Worms dan virus file merupakan penyebab sebagian besar insiden tersebut. Data ini menunjukkan seberapa sering pengguna diserang oleh malware yang disebarkan melalui drive USB yang dapat dilepas, CD dan DVD, serta metode "offline" lainnya.

"Kami juga menyaksikan lebih banyak kemajuan teknologi di dalam negeri seperti penggunaan teknologi biometrik dan kecerdasan buatan (AI),” tambah Yeo. 

Melihat semakin masifnya serangan, pengambilan keputusan berbasis data juga bergerak melampaui departemen TI dengan keterlibatan yang lebih proaktif dari para eksekutif C-Level merupakan salah satu cara untuk mengatasinya. 

“Sementara tren yang berubah ini membawa peluang dan pertumbuhan, ini perlu diadopsi dengan tingkat kewaspadaan yang sama karena penjahat siber selalu menunggu tren berikutnya untuk dieksploitasi," pungkasnya.