KPK Sebut Gubernur Bengkulu Pakai Jaket Polantas untuk Kamuflase Hindari Massa

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah sempat memakai jaket hijau petugas Polisi Lalu Lintas atau Polantas untuk kamuflase.

Dia memakainya hanya saat dibawa ke Mapolresta Bengkulu usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dan ketika akan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Hal ini disampaikan Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menanggapi video beredar Rohidin memakai jaket polisi dan topi serta masker untuk menutupi wajahnya. Katanya, ketika itu banyak massa yang mendatangi Mapolresta Bengkulu dan mencari keberadaan gubernur tersebut.

"Situasi pagi itu, sudah berkumpul banyak simpatisan saudara RA yang mengepung Polresta di sana. Dengan alasan keamanan, kita mencari beberapa cara," kata Asep dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK, Minggu malam, 24 November.

Melihat kondisi ini, tim komisi antirasuah dan Polresta Bengkulu kemudian memutar otak untuk memastikan keselamatan semua pihak. Termasuk juga Rohidin yang sudah ditangkap.

"Jangan sampai di jalan diambil dan lain-lain oleh para pendemo dan yang paling dicari adalah Pak RM. Makanya itu kemudian dipinjamkan rompi polantas dalam rangka kamuflase supaya tidak menjadi sasaran orang yang ada di situ," tegasnya.

"Jadi tidak digunakan pada saat pemeriksaan tapi ketika keluar dan dalam kerumunan. Setelah itu, sampai di sini, rekan-rekan lihat tidak menggunakan lagi (jaket polantas, red). Itu dalam rangka kamuflase. Dalam rangka kamuflase untuk keamanan," sambung Asep.

Diberitakan sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Bengkulu pada Sabtu, 23 November dan membawa delapan orang untuk dimintai keterangan.

Kemudian, tiga orang ditetapkan sebagai tersangka yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan Evriansyah alias Anca yang merupakan Adc Gubernur Bengkulu.

Saat OTT dilakukan, penyidik menemukan uang senilai Rp7 miliar dalam pecahan mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Selanjutnya, para tersangka bakal ditahan selama 20 hari ke depan dan akan diperpanjang sesuai aturan dan kebutuhan penyidik.

Ketiga tersangka ini disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP.