Eksklusif, Ketum Perkeni Ketut Suastika: 1 dari 10 Orang Dewasa Menderita Diabetes

Jangan anggap enteng diabetes, karena penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi ke berbagai penyakit lain seperti jantung, stroke, ginjal, gangguan mata, dan saraf. Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, Finasim, mengungkapkan bahwa saat ini 1 dari 10 orang dewasa di Indonesia menderita diabetes.

***

Pada 14 November 2024, Hari Diabetes Sedunia alias World Diabetes Day diperingati di seluruh dunia. Saat ini, diabetes masih menjadi momok yang menakutkan, karena penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi ke berbagai penyakit lainnya. Tak heran jika diabetes disebut sebagai "ibu dari segala penyakit."

Menurut Prof. Ketut Suastika, saat ini 1 dari 10 orang dewasa di Indonesia menderita diabetes. “Hitungan kasarnya, dari 270 juta penduduk ada sekitar 100 juta yang merupakan orang dewasa. Jadi, ada 10 juta yang menderita diabetes,” ungkapnya. Sebuah angka yang tidak sedikit.

Diabetes, seperti penyakit lainnya, akan lebih baik dan lebih mudah ditangani jika masih dalam tahap preventif atau pencegahan. Selain lebih mudah ditangani, biayanya juga jauh lebih murah. “Kita harus concern dengan diabetes, karena penyakit ini berbahaya dan memiliki banyak komplikasi. Diabetes bisa meningkatkan risiko kematian dan menimbulkan biaya pengobatan yang besar. Itulah mengapa pemerintah sangat peduli, karena biaya yang dikeluarkan untuk merawat penderita diabetes sangat tinggi,” papar Prof. Ketut.

Tindakan preventif, menurut Prof. Ketut Suastika, sebenarnya tidak sulit dilakukan. “Langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah menghindari kegemukan atau obesitas, menjalankan pola makan dan pola hidup yang sehat, serta rutin berolahraga. Kebiasaan buruk seperti merokok dan minum alkohol juga harus dihindari. Inilah cara sederhana untuk mencegah diabetes,” jelasnya kepada Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Meidianto saat berkunjung ke kantor VOI dan kembali dihubungi pada Jumat, 22 November 2024. Saat itu, ia sedang berada di Jepang sebagai dosen tamu. Inilah petikan selengkapnya.

Karena berbahaya, Ketum Perkeni Ketut Suastika mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati dengan diabetes, terutama mereka yang punya faktor risiko.  (Foto; Bambang Eros, DI: Raga Granada)

Kita baru memperingati Hari Diabetes Internasional, apa yang ingin Anda sampaikan di momen penting ini?

Diabetes adalah salah satu penyakit yang sangat dipengaruhi oleh gaya hidup. Ketika seseorang menjalani gaya hidup sehat, kemungkinan untuk terkena diabetes relatif kecil. Sebaliknya, jika seseorang melakoni gaya hidup yang tidak sehat, dia akan rentan terkena diabetes. Dengan adanya peringatan Hari Diabetes Internasional ini, diharapkan masyarakat semakin sadar dan dapat melakukan langkah pencegahan terhadap penyakit diabetes.

Soalnya, jika sudah terkena diabetes, penanganannya menjadi lebih sulit dan bisa menjalar (komplikasi) ke berbagai penyakit lain. Makanya, diabetes sering disebut sebagai ibu dari segala penyakit. Dari diabetes, komplikasi bisa menjalar ke penyakit lain seperti jantung, stroke, ginjal, gangguan mata, saraf, dan sebagainya.

Masyarakat kita sudah melek belum dengan diabetes?

Saat ini, masyarakat sudah lebih melek terhadap diabetes. Satu dari 10 orang dewasa di Indonesia menderita diabetes. Selain itu, 1 dari 3 orang di Indonesia masuk dalam kategori pradiabetes, yang artinya gula darah mereka sudah mulai meningkat secara perlahan.

Kita harus lebih peduli terhadap diabetes karena penyakit ini sangat berbahaya dan memiliki banyak komplikasi. Diabetes juga dapat meningkatkan risiko kematian dan memerlukan biaya pengobatan yang besar. Itulah mengapa pemerintah sangat peduli, karena biaya yang dikeluarkan untuk merawat penderita diabetes sangat tinggi.

Apa tips mencegah diabetes?

Pencegahan itu ditujukan kepada mereka yang memiliki faktor risiko, diharapkan dengan melakukan tindakan preventif dia tidak terkena diabetes. Orang yang memiliki faktor risiko tinggi terkena diabetes itu adalah kegemukan, apalagi kegemukan yang disertai darah tinggi, gangguan lemak darah, faktor keturuuan dari orang tua, ibu hamil yang terkena kencing manis, ibu hamil yang bayinya lebih dari 4 kg, dan juga mereka yang sudah berusia di atas 40 tahun. Ada juga daerah atau suku tertentu yang punya kebiasaan pesta-pesta, mereka ini termasuk yang memiliki faktor risiko tinggi. Jadi harus waspada.

Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah menghindari kegemukan atau obesitas, lalu harus menjalankan pola makan dan pola hidup yang sehat. Dan jangan lupa berolaraga. Kebiasaan yang tidak baik harus dihindari seperti merokok dan minum alkohol. Itulah cara sederhana untuk mencegah diabetes.

Jadi kalau kita mau tidak susah?

Melakukan tindakan pencegahan itu tidak sulit, asalkan ada niat, kemauan yang kuat, dan disiplin. Pencegahan tidak selalu membutuhkan biaya besar. Namun, jika sudah terkena diabetes, apalagi jika sudah mengalami komplikasi, barulah akan terasa lebih repot dan memakan biaya besar. Ingat, mencegah selalu lebih baik daripada mengobati.

Apakah masyarakat juga sudah sadar tentang pentingnya tindakan pencegahan?

Masih banyak yang belum menyadari pentingnya pencegahan diabetes. Oleh karena itu, edukasi seperti yang kita lakukan melalui wawancara ini menjadi sangat penting. Edukasi harus dilakukan terus-menerus agar kesadaran publik semakin meningkat.

Sekali lagi, tindakan pencegahan itu sederhana dan murah: jalankan pola hidup sehat, makan dengan gizi seimbang, dan jangan lupa berolahraga.

Dengan kemauan yang kuat, diabetes kata Ketum Perkeni Ketut Suastika bisa dicegah. Dan cara pencegahannya pun sederhana dan murah. (Foto; Bambang Eros, DI: Raga Granada)

Diabetes ini termasuk penyakit yang masuk dalam kategori endokrin. Masih banyak yang belum tahu apa itu endokrin dan endokrinologi. Bisa dijelaskan?

Kalau bicara soal penyakit endokrin, mungkin banyak masyarakat yang tidak memahami istilah tersebut. Namun, jika disebutkan diabetes, saya yakin banyak yang sudah mengetahuinya, atau dalam istilah awam disebut penyakit gula. Endokrinologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hormon, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan hormon dan metabolisme dalam tubuh. Contoh penyakit yang paling sering ditemukan adalah diabetes, gangguan tiroid atau gondok, kelainan lemak darah seperti kolesterol dan trigliserida, obesitas, serta asam urat.

Ada juga penyakit kategori endokrin yang jarang ditemukan, seperti kelainan hormon di otak, gigantisme (kondisi seseorang menjadi sangat besar dan tinggi), serta kelainan adrenal.

Perkeni itu siapa saja yang boleh menjadi anggota?

Perkeni bukanlah perkumpulan berbasis profesi, tetapi berdasarkan minat yang sama terhadap endokrinologi. Anggotanya adalah siapa saja yang memiliki minat terhadap endokrinologi.

Sejauh ini, yang banyak bergabung di Perkeni adalah konsultan dalam bidang endokrinologi dan tenaga kesehatan.

Apakah penyakit endokrin ini bisa dicegah?

Seperti halnya diabetes, penyakit lain dalam kategori endokrin juga dapat dicegah melalui langkah preventif. Khusus untuk diabetes dan obesitas, pemicunya lebih banyak berasal dari lingkungan yang tidak sehat, pola makan yang tidak baik, dan kurangnya olahraga. Namun, faktor genetik memang tidak bisa diubah.

Pola makan yang sehat itu seperti apa?

Sederhanya makanan sehat itu komposisi seimbang, karbohidrat (50%), protein (20%) dan lemak (30%).  Sumber karbohidrat dari beras, dan umbi-umbian, sedang protein bisa dari daging, ikan, telur, tempe dan tahu. Lemak bisa dari hewani dan nabati. Pembagiannya dalam satu piring; nasi 1/3, lauk 1/3 serta sayur dan buah 1/3.  Kalau ini terpenuhi ini sudah masuk kategori diet yang seimbang. Kalau ada susu, itu lebih baik lagi.

Selain diabetes, penyakit endokrin apa yang juga banyak diderita masyarakat?

Selain diabetes, penyakit yang banyak diderita adalah gangguan tiroid atau gondok. Jika sudah muncul gejala, baik hipotiroid maupun hipertiroid, sebaiknya segera ditangani oleh dokter untuk memperkecil risiko komplikasi.

Seiring bertambahnya usia, fungsi organ tubuh termasuk endokrin juga akan menurun. Apakah ada upaya untuk meregenerasi agar sistem endokrin tetap sehat dan berfungsi baik, seperti tindakan stem cell yang populer belakangan ini?

Memang benar, semakin bertambah usia, fungsi organ tubuh juga menurun, termasuk hormon yang diproduksi oleh tubuh. Tindakan stem cell dianggap bisa meregenerasi organ tubuh, tetapi metode ini masih menjadi perdebatan dalam dunia kedokteran.

Prinsipnya, hormon yang tidak menurun drastis tidak boleh diganti sembarangan. Terapi penggantian hormon (replacement therapy) hanya boleh dilakukan setelah terbukti bahwa tubuh memang kekurangan hormon tertentu. Tidak boleh sembarangan menambah hormon hanya demi terlihat muda, seperti menambah hormon testosteron atau hormon pertumbuhan tanpa indikasi medis. Namun, dalam kasus tertentu, seperti setelah operasi pengangkatan tiroid, pasien memang harus mendapatkan asupan hormon dari luar karena tubuhnya tidak lagi mampu memproduksi hormon tersebut.

Saat ini, berapa banyak pakar endokrin di Indonesia? Apakah rasionya sudah mencukupi dibandingkan dengan populasi?

Saat ini, jumlah tenaga ahli endokrinologi di Indonesia masih sangat kurang, dengan total tidak sampai 300 orang. Angka ini sangat kecil dibandingkan kebutuhan. Ke depan, dokter spesialis endokrin akan semakin dibutuhkan karena pasien dengan penyakit terkait endokrin, termasuk diabetes, terus bertambah.

Kalau kondisinya seperti ini, apa solusinya menurut Anda?

Kami akan menjalankan program beasiswa untuk dokter penyakit dalam agar dapat mempelajari diabetes secara khusus selama enam bulan. Jadi, mereka tidak perlu mempelajari semua cabang penyakit endokrin, melainkan hanya fokus pada diabetes. Dengan begitu, mereka dapat menjadi ahli diabetes. Kenapa diabetes? Karena ini adalah penyakit endokrin yang paling banyak dijumpai dan memiliki risiko komplikasi yang tinggi.

Apa saran Anda kepada masyarakat agar lebih sadar tentang penyakit endokrin, sehingga muncul kesadaran untuk melakukan tindakan pencegahan?

Tugas kami adalah terus memberikan edukasi agar masyarakat memahami penyakit endokrin. Edukasi ini juga ditujukan kepada dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Selain itu, kami juga mengoordinasi riset tentang penyakit endokrin, menyelenggarakan seminar dan simposium, serta membuat buku panduan untuk penanganan penyakit endokrin. Panduan ini bertujuan membantu tenaga kesehatan dalam mengambil keputusan yang tepat saat menangani pasien.

Untuk Indonesia saat ini, 1 dari 10 orang dewasa menderita diabetes. Dengan populasi dewasa sekitar 100 juta dari total 270 juta penduduk, artinya ada 10-11 juta penderita diabetes. Dari jumlah tersebut, diperkirakan baru 1-2 juta orang yang berobat menggunakan fasilitas BPJS. Masih ada sekitar 8 juta orang yang belum terjangkau layanan BPJS. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat tidak menyadari bahwa mereka menderita diabetes. Oleh karena itu, tugas kami adalah terus memberikan edukasi agar masyarakat memahami diabetes, dapat melakukan deteksi dini, dan mendapatkan penanganan yang tepat.

 

Ternyata Ini Alasan Prof. Ketut Suastika Suka dengan Jepang

Selain Indonesia, Jepang adalah negara yang paling sering dijelajahi oleh Ketut Suastika. (Foto; Bambang Eros, DI: Raga Granada)

Selain tanah air tercinta, Indonesia, negara yang disukai Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, Finasim, yang juga Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), adalah Jepang. Kenapa negeri matahari terbit ini menjadi favoritnya?

Dalam urusan mengajar dia tak hanya berkutat di dalam negeri, namun hingga ke manca negara. “Sebagai seorang guru, saya mengajar di Universitas Udayana Bali dan beberapa kampus lainnya. Selain itu, saya juga sering diminta menjadi dosen tamu di universitas di Jepang, salah satunya di Kobe Women's University. Setahun bisa dua kali saya ke Jepang untuk mengajar," ujar dosen yang mengajar di program S1, S2, dan S3 ini.

Karena sering ke Jepang untuk tugas sebagai ahli dan guru besar dalam bidang penyakit dalam, Prof. Ketut memanfaatkan kesempatan itu untuk berwisata.

"Karena sering ke Jepang, saya sudah menjelajahi berbagai kota, dari yang paling utara hingga yang paling selatan," ungkap pria yang juga bertugas di RS Sanglah atau Rumah Sakit Umum Pusat Prof. dr. IGNG Ngoerah.

Saat menjadi Rektor Universitas Udayana, intensitas kunjungannya ke Jepang lebih tinggi karena beberapa program kerja sama antara kampusnya dengan perguruan tinggi di Jepang.

Hidup Sehat ala Profesor Ketut

Sejak muda Ketum Perkeni Ketut Suastika sudah suka berolahraga, dan hingga kini kebiasaan itu terus dilakukan. (Foto; Bambang Eros, DI: Raga Granada)

Sebagai seorang dokter, hampir setiap hari ia menasihati pasiennya untuk menjalani hidup sehat. Namun, sebelum memberikan saran tersebut, ia sendiri sudah menerapkan gaya hidup sehat.

"Makan itu tidak boleh berlebihan, secukupnya saja. Sarapan saya biasanya cukup dengan salad buah atau sayuran. Setiap hari saya juga berolahraga, karena olahraga bisa membuat otot-otot kita tetap elastis dan sehat," ungkap kakek dua cucu ini.

Dulu, saat masih muda, ia lebih sering berolahraga. "Dulu saya bisa bermain tenis tiga kali seminggu. Namun, setelah cedera, sekarang tidak bisa lagi. Sekarang olahraga saya adalah bersepeda statis di rumah dengan durasi 30 hingga 60 menit setiap hari," ujarnya.

Selain mengajar dan menjalani berbagai aktivitas, Prof. Ketut juga menjaga manajemen pikiran agar terhindar dari stres. "Dulu saya sempat menjabat sebagai dekan, rektor, dan posisi lainnya. Saat itu beban kerja sangat tinggi, jadi penting sekali mengelola pikiran agar tidak stres. Saya berusaha selalu ceria dan berpikir positif," paparnya dengan senyum khasnya.

Setiap masalah, lanjutnya, harus segera diselesaikan. "Ketika menemukan persoalan di tempat kerja, selesaikan di tempat kerja juga. Tidak perlu dibawa pulang ke rumah, apalagi dibawa ke perasaan alias baper, seperti istilah anak muda sekarang. Kalau dibawa ke perasaan, itu akan menjadi beban," katanya sambil tertawa.

Traveling di Jepang

Keramahan dan suka menolong orang Jepang membuat Ketut Suastika amat berkesan. (Foto; Bambang Eros, DI: Raga Granada)

Meski tinggal di Bali, yang merupakan salah satu daerah tujuan wisata dunia, Prof. Ketut Suastika tetap menyempatkan diri mengunjungi daerah atau negara lain. Jepang adalah negara yang paling sering dikunjunginya.

"Saya jarang pergi traveling secara khusus. Biasanya, saat ada tugas, seminar, atau undangan menjadi dosen tamu, saya manfaatkan kesempatan itu untuk wisata," ujar pria yang mendapat dukungan penuh dari keluarganya dalam berkarier.

"Jepang, misalnya, adalah negara yang paling sering saya kunjungi. Sebelum COVID-19, setahun saya bisa lebih dari dua kali ke sana. Setelah acara inti selesai, saya biasanya memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan dan melihat sisi-sisi menarik dari negara tersebut," tambahnya.

Karena itu, ia jatuh hati pada budaya dan masakan Jepang. "Untuk mencicipi masakan Jepang sekarang tak perlu jauh-jauh ke Jepang, tapi saat berada di sana, saya selalu mencicipi makanan asli. Di Bali juga sudah banyak restoran Jepang," ungkapnya.

Satu hal lagi yang membuatnya suka dengan Jepang adalah keamanan dan keramahan penduduknya. "Kalau kita ke Jepang, jam berapa pun rasanya aman sekali. Selain itu, orang Jepang sangat membantu. Saat saya bertanya arah, mereka tidak hanya memberi petunjuk tetapi juga mengantarkan saya sampai ke tempat tujuan. Hal itu sangat berkesan," tandas Prof. Ketut Suastika.

"Memang masih banyak yang belum menyadari pentingnya pola hidup sehat. Karena itu, edukasi seperti wawancara ini menjadi sangat penting. Edukasi terus-menerus harus dilakukan agar kesadaran publik meningkat. Sekali lagi, tindakan pencegahan itu sederhana dan murah: jalankan pola hidup sehat, makan dengan gizi seimbang, dan jangan lupa berolahraga,"

Ketut Suastika