Sebut Perbatasan Jakarta Rawan Kecurangan Pilkada, Timses Pramono-Rano: Biasanya Muncul Pemilih Tambahan Tidak Jelas
JAKARTA - Sekretaris tim pemenangan Pramono Anung-Rano Karno Aria Bima menyebut pihaknya akan memperkuat saksi dan relawan yang akan memantau tempat pemungutan suara (TPS) saat pencoblosan Pilkada Jakarta di daerah perbatasan.
Menurut dia, wilayah perbatasan Jakarta dengan daerah penyangga seperti Bekasi, Depok, Tangerang, dan Bogor ini berpotensi terjadinya kecurangan dari pihak-pihak tertentu saat pemungutan suara pada 27 November mendatang.
Aria menyebut, pemetaan daerah yang rawan dicurangi ini dilakukan berdasarkan pengalaman saat pemilu-pemilu sebelumnya.
"Biasanya di situ muncul kartu-kartu (pemilih) tambahan yang tidak jelas di wilayah-wilayah perbatasan ini. Karena bisa juga tetangga sebelah itu bisa ikut nyoblos yang sebenarnya bukan warga daerah khusus istimewa Jakarta saat ini," kata Aria di rumah pemenangan Pramono-Rano, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 24 November.
Sehingga, nantinya saksi tim paslon Pramono-Rano di TPS akan dikerahkan secara berlapis saat hari pemungutan suara. Mereka merupakan saksi dari partai pengusung, yakni PDI Perjuangan (PDIP) dan Hanura.
Selain itu, timses Pramono-Rano juga akan mengerahkan belasan ribu relawan yang akan mengawasi proses pencoblosan, mulai dari anggota Forum Betawi Rempug (FBR), Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI/Polri (FKPPI), hingga relawan Anies yang biasa disebut Anak Abah.
"Intinya kita ingin menjaga pemilu ini damai. Supaya tidak terjadi, kalau nanti ada pergerakan, kita amankan supaya tetap damai daripada kisruh. Kita berdoa saja situasinya di Jakarta sudah riang, sudah gembira," jelas Aria.
Di satu sisi, Aria berharap KPU, Bawaslu, aparat TNI-Polri, ASN, serta perangkat daerah bisa menjamin penyelenggaraan pilkada bisa berjalan sesuai aturan tanpa adanya pelanggaran.
Mengingat, terdapat putusan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 136/PUU-XXII/2024 yang mengubah frasa pada pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2018.
putusan tersebut berbunyi "setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI-Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta".
Baca juga:
- Presiden Putin Tegaskan Rudal Oreshnik Murni Inovasi Rusia, Bukan Soviet: Siap Diproduksi Massal
- Trump Pertimbangkan Mantan Kepala Intelijen Richard Grenell untuk Urus Konflik Rusia-Ukraina
- Usai OTT, Gubernur Bengkulu Rohidin Tiba di KPK
- Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Dipindahkan dari Surabaya ke Jakarta
"Di sini kita enggak main-main, kita siapkan betul. Kami sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang ada kecenderungan membuat suasana pemilu ini menjadi tidak jujur dan tidak adil. Tapi, kami sampai hari ini tetap positive thinking," imbuhnya.