Mengenal Transfer of Prisoner, Prosedur Pemindahan Tahanan dalam Kasus Marry Jane

YOGYAKARTA – Pemerintah berencana melakukan prosedur transfer of prisoner kepada terpidana mati dalam kasus narkoba, Marry Jane. Di Indonesia, transfer of prisoner belum banyak dikenal mengingat prosedur tersebut belum pernah dilakukan. Namun secara sederhana, masyarakat mengenal transfer of prisoner sebagai pemindahan tahanan.

Mengenal Transfer of Prisoner

Secara sederhana transfer of prisoner adalah program kerja sama antarnegara berupa pemindahan narapidana. Transfer of prisoner juga dikenal dengan transfer of sentenced person (TSP).

Seperti diketahui, orang asing yang berada di negara tertentu wajib mengikuti aturan yang berlaku tanpa mengilangkan hak mendapatkan perlindungan dari negara asalnya. Saat orang tersebut dinyatakan bersalah atas tindak kejahatan tertentu, maka pelaku akan dihukum di negara yang bersangkutan.

Di tengah proses hukum tersebut, tahanan memungkinkan untuk dipindah ke negara asal untuk menjalani sisa hukuman yang dijatuhkan oleh pemerintah dari negara pemberi vonis. Hal ini juga berlaku di Indonesia.

Dasar hukum pemindahan tahanan antar negara diatur pada Pasal 45 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

“Dalam hal tertentu, Narapidana dapat dipindahkan ke negara lain berdasarkan perjanjian,” demikian bunyiPasal 45 UU Pemasyarakatan.

Transfer of Prisoner Marry Jane di Indonesia

Penerapan skema transfer of prisoner terhadap Marry Jane, tahanan kasus narkoba yang divonis mati akan dilakukan. Penerapan ini sekaligus jadi sejarah baru di Indonesia.

Kisah Mary Jane Fiesta Veloso atau Mary Jane dimulai pada tahun 2010. Ia nyatakan bersalah karena kedapatan membawa narkoba ke Indonesia.

Mary Jane yang berkewarganegaraan Filipina ditangkap pada April 2010 di Bandara Internasional Adi Sutjipto Yogyakarta. Dalam penangkapan tersebut Mary Jane kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin.

Mary Jane kemudian diadili di Indonesia dan divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta pada Oktober 2010. Pihak Mary Jane sendiri sempat mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Jokowi pada tahun 2014. Namun permohonan tersebut ditolak.

Meski divonis mati, Mary Jane sempat mendekam Gunungkidul, tepatnya di Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta, Wonosari, Gunungkidul.

Terkait kasus yang menimpa salah satu warganya, pemerintah Filipina diketahui melakukan negosiasi. Hasil dari negosiasi tersebut adalah rencana dilakukannya transfer of prisoner. Bahkan, Presiden Filipina Ferdinand R. Marcos Jr., lewat akun Instagram resminya mengatakan bahwa Mary Jane akan segera pulang ke Filipina setelah pihaknya melakukan negosiasi dengan Indonesia.

"Menyusul upaya diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia selama lebih dari satu dasawarsa, kami berhasil menunda pelaksanaan eksekusi matinya hingga tercapainya kesepakatan untuk membawanya pulang ke Filipina," demikian keterangan Presiden Marcos.

Pendapat Pakar Hukum

Terkait kasus Mary Jane, Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman Prof. Hibnu Nugroho memberikan tanggapan positifnya.

Dikutip dari Antara, wacana pemindahan Mary Jane ke Filipina adalah terobosan cemerlang. Namun ia mengingatkan agar pemerintah Indonesia memastikan dengan cermat perjanjian yang disepakati dengan Filipina dilakukan dengan setara.

"Itu sebagai bentuk terobosan yang harus seimbang dengan perjanjian negara lain. Artinya, kalau kita memindahkan satu, harusnya ada keseimbangan. WNI (terpidana) yang ada di Filipina juga harus dipindahkan ke Indonesia," ucap Hibnu, dikutip Jumat, 22 November.

Selain mengenal transfer of prisoner, kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.