Sejarah Donald Trump Larang Imigran Ilegal Masuk dan Hidup di Amerika Serikat
JAKARTA - Donald Trump tak dapat dianggap remeh dalam peta politik Amerika Serikat (AS). Pebisnis kaya raya itu diramal akan menaiki tangga kepresidenan di Negeri Paman Sam. Ramalan itu bermuara kala Trump mampu jadi Capres Partai Republik melawan Capres Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Trump tak gentar. Trump dan timnya dengan lihai mengemas kampanyenya dan menang. Isu mengembalikan martabat orang AS jadi senjata utamanya. Khusus, dalam melarang imigran ilegal masuk dan hidup di AS.
Kemunculan Donald Trump sebagai capres dari Partai Republik membawa kehebohan. Partai berlambang gajah itu dianggap miskin kader potensial oleh seteru abadinya Partai Demokrat. Trump pun dianggap takkan bisa menang dalam Pilpres AS 2016. Lawannya saja Hillary Clinton.
Trump boleh saja unggul urusan pamor dan bisnis. Namun, kapasitasnya untuk memimpin seisi AS diragukan. Trump pun mencoba melakukan gebrakan. Ia mencoba mengembalikan imej AS sebagai bangsa besar. Make America Great Again (MAGA) jadi slogan andalan.
Trump kembali mengangkat urusan nilai konservatif orang AS. Segala macam hal yang bertentangan dengan agama Kristen di lawannya. Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ+) dan agendanya yang dianggap Trump merusak generasi muda tak diberikan tempat.
Janjinya yang lain adalah takkan memberikan ruang bagi imigran ilegal hadir AS. Trump beranggapan kehadiran imigran banyak bawa mudarat ketimbang manfaat. Imigran hanya membawa kesulitan bagi rakyat AS. Mereka jadi biang keladi dari kritis dan kejahatan yang meninggi.
Mereka pula yang membuat subsidi yang harusnya didapat warga AS harus dibagi-bagi. Trump ingin rakyat AS harus diutamakan dalam segala hal. Trump berencana jika menang akan mendeportasi seluruh imigran ilegal.
Baca juga:
- Kasus Cicak vs Buaya: Peran Mahfud MD Bongkar Perseteruan Polri dan KPK
- Album Musik Meteora: Karya Penting Linkin Park yang Tercipta di Perjalanan Tur Dunia
- KPK VS Budi Gunawan: Potret Status Tersangka Korupsi Gugur Lewat Praperadilan
- Donald Trump Jadi Presiden Amerika Serikat Pertama yang Tak Punya Hewan Peliharaan
Ia tak peduli jika nantinya AS akan kehilangan banyak pekerja. Satu-satunya yang dibutuhkan Trump hanya kemenangan. Kebijakan itu jadi kontroversial. Trump banyak menerima kecaman. Namun, Trump tak mau ambil pusing.
“Orang Haiti. Kita tidak membutuhkan lebih banyak orang Haiti. Itu dan penyebutan para imigran dari negara-negara Afrika. Mengapa mereka dari negara-negara kumuh itu datang kemari? Saya baru saja bertemu dengan Perdana Menteri Norwegia. Mengapa bukan orang Norwegia saja? Atau, Asia yang dapat mengangkat perekonomian?” ujar Donald Trump sebagaimana dikutip laman Bob Woodward dalam buku Fear (2019).
Kebijakan Deportasi Imigran
Trump dengan segala kampanyenya mampu memikat rakyat AS. Mereka kemudian berbondong-bondong memberikan suara untuk Trump. Alhasil, Trump berhasil jadi presiden terpilih AS. Ia pun baru resmi dilantik 20 Januari 2017.
Pelantikan Trump membuat mereka yang tergolong imigran ilegal pusing. Trump tak main-main dengan ucapannya. Ia ingin imigran gelap dideportasi ke negaranya. Puncaknya, Trump lalu menandatangani perintah eksekutif yang menangguhkan penerimaan segala macam imigran dan pengungsi.
Perintah itu secara resmi berlaku pada 29 Januari 2017. Mereka imigran gelap yang sudah menetap di AS dirazia dan pulangkan. Perintah itu juga diikuti pula dengan melarang masuk warga dari tujuh negara berpenduduk mayoritas Islam: Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman.
Kebijakan Trump pun menggempar seisi AS. Tak sedikit pula pegawai pemerintah yang kebingungan dalam melaksanakan perintah Presiden Trump.
Banyak menganggap kebijakan itu adalah bentuk diskriminasi besar – yang nantinya justru menghambat pembangunan AS. Pandangan itu diungkap oleh jaksa agung dari 17 negara bagian. Mereka menyebut kebijakan Trump dianggap tak menunjukkan dirinya seorang Amerika sejati. AS dalam pandangan banyak orang adalah negeri impian.
Pelarangan Muslim dari beberapa negara juga kian membuat Islamofobia mencuat. Namun, untungnya petugas bea cukai cekatan. Mereka mencoba menghubungi seluruh maskapai yang kemungkinan membawa orang-orang dengan paspor negara dilarang.
Kebijakan itu kemudian kembali disuarakan kala Donald Trump kembali jadi Presiden AS terpilih pada 2024. Trump bahkan menginginkan militer membantu pemerintah untuk mengusir mereka.
“Petugas bea cukai menghubungi beberapa maskapai penerbangan yang kemungkinan mengangkut penumpang dari tujuh negara tersebut. Mereka meminta maskapai penerbangan tersebut untuk menurunkan semua pemegang paspor dari negara-negara tersebut.”
“Baru pada pukul 3:00 pagi hari Sabtu, petugas bea cukai dan perbatasan menerima instruksi tertulis terbatas tentang apa yang harus dilakukan di bandara dan tempat penyeberangan perbatasan. Mereka juga berjuang dengan cara menjalankan kewenangan pengabaian yang termasuk dalam perintah eksekutif, yang memungkinkan menteri keamanan dalam negeri untuk mengizinkan beberapa orang yang dilarang memasuki negara tersebut kasus per kasus,” ujar Michael D. Shear dan Ron Nixon dalam artikelnya di laman The New York Times berjudul How Trump’s Rush to Enact an Immigration Ban Unleashed Global Chaos (2017).