Komisi I DPR: Wacana Perubahan Wantanas Jadi Dewan Keamanan Nasional Sudah Dibahas Sejak 2012
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin mengungkapkan wacana perubahan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) menjadi Dewan Keamanan Nasional sudah dibahas sejak 2012 lalu.
"Ini dulu pernah didiskusikan panjang lebar pada tahun 2012 bahkan terjadi pro dan kontra dan akhirnya RUU Dewan Keamanan Nasional itu tidak dilanjutkan," ujar Hasanuddin, Kamis, 14 November.
Meskipun belum final, Hasanuddin mengungkapkan sejumlah anggota dewan mengutarakan syarat perubahan menjadi Dewan Keamanan Nasional.
Namun menurutnya, yang terpenting Wankamnas nantinya sebagai sarana koordinasi bagi Presiden Prabowo Subianto, untuk membuat keputusan masalah masalah-masalah krusial.
"Terjadi perdebatan ya, waktu itu sudah bagus sebetulnya yang dihasilkan dalam seminar di Lemhanas itu yang diprakarsai oleh Bapak Presiden SBY, clear ya. Tetapi, draft yang masuk menjadi versi-versi lain. Setelah dibuka dim-nya disini, kebetulan saya diminta untuk menjadi pimpinan dari Panja itu. Timbul ada tiga kelompok itu, kelompok pertama dari TNI, saya tidak tahu. Tetapi draft-nya itu menghendaki Dewan Keamanan Nasional itu sifat yang operasional," jelas Hasanuddin.
"Bahkan pelakunya adalah satuan-satuan teritorial, Kodam, Korem, Kodim sampai ke bawah begitu dan itu di TNI pun lah, kok massa Angkatan Darat (AD) saja dipertanyakan oleh Angkatan Laut (AL) dan Angkat Darat (AD), jadi operasional," imbuhnya.
Versi yang kedua, lanjut Hasanuddin, dari pihak Polri. Ketiga, versi Lemhanas yang menurutnya seperti berada di dalam seminar.
"Nah karena perdebatan, justru menjadi empat faksi. Faksi kelompok TNI, faksi kelompok Polri, faksi kelompok satu lagi dari pemerintah dan dari DPR begitu. Akhirnya, ya sudah saya meminta ditutup saja, begitu. Bahkan ketika sosialisasi kepada masyarakat sipil, terjadi pro dan kontra jangan bersifat operasional," katanya.
"Nah kalau sekarang, Wantannas itu kami lihat pada halaman enam, forum sidang koordinasi tertinggi presiden itu sudah bagus. Seperti di negara-negara lain seperti Nasional Security Korsel, ketika ada sebuah gejala, gejolak. Katakanlah seperti kemarin, ada yang namanya bencana kesehatan berupa COVID-19, ya sudah. Anggota dari Wantannas itu kumpul, lalu perintahkan untuk mengatasi dengan leadernya, kementerian terkait, Kementerian Kesehatan didukung oleh menteri-menteri lain, dengan Wantannas dulu dengan konsep 2012, mau ada bencana alam, mau ada itu bencana kesehatan harus tentara. Satuan teritorialnya yang turun dan intelejen, ini ceritanya, ini saya masih ada file-filenya, sehingga menurut hemat saya, saya sependapat dengan beliau itu. Selama konsepnya itu sarana koordinasi dan komando supaya bisa cepat, ditangan presiden enggak ada masalah. Tapi kalau dilimpahkan komando itu kepada satu lembaga saja ya susah tidak mungkin," papar Hasanuddin
Baca juga:
Komisi I DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Sesjen Wantannas) Laksdya TNI T.S.N.B Hutabarat.
Dalam rapat itu, turut dibahas perubahan Dewan Ketahanan Nasional menjadi Dewan Keamanan Nasional.
Laksdya TNI T.S.N.B Hutabarat menyinggung National Security Council, sebagai latar belakang perubahan nama menjadi Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas).
"Kami awali pertanyaan mengapa di dunia ini memerlukan National Security Council, atau NSC, atau Dewan Keamanan Nasional, yang menjadi latar belakang adalah pertama spektrum ancaman yamg saat ini sudah menjadi multidimensi," ujarnya di gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Dia menjelaskan, perkembangan konsep keamanan nasional berkembang dan mengalami perluasan, dari dimensi keamanan negara bertambah meliputi keamanan publik keamanan manusia.
"Inti dari konsep keamanan nasional ada upaya menjaga dan melindungi kepentingan nasional suatu negara," katanya.
Untuk itu penanganan ancaman terhadap keamanan nasional harus dilaksanakan secara tepat, terintegrasi, holistik dan bersifat holistik," imbuhnya.