Kamala Harris Ucapkan Selamat, Donald Trump Akui Kegigihan dan Profesionalisme

JAKARTA - Kamala Harris mengakui kekalahannya dalam pemilihan presiden Amerika Serikat, mengucapkan selamat kepada pesaingnya Donald Trump, berjanji untuk terus memperjuangkan hak-hak perempuan dan melawan kekerasan bersenjata.

Harris, calon presiden dari Partai Demokat menelepon Trump dari Partai Republik untuk memberikan selamat atas kemenangannya dalam Pilpres AS 2024, menurut seorang ajudan senior Harris.

Petahana wakil presiden itu berbicara tentang pentingnya pengalihan kekuasaan secara damai dan menjadi presiden bagi semua warga Amerika, kata ajudan tersebut, dikutip dari Politico 7 November.

Sementara itu, juru bicara Trump Steven Cheung mengatakan dalam sebuah pernyataan, mantan presiden itu mengakui "kekuatan, profesionalisme dan kegigihan Harris selama kampanye, dan kedua pemimpin sepakat tentang pentingnya mempersatukan negara."

Harris menyampaikan pidato kekalahannya di hadapan pendukung dan pemilihnya pada Hari Rabu.

"Meskipun saya mengakui kekalahan dalam pemilihan umum ini, saya tidak mengakui kekalahan dalam perjuangan yang memicu kampanye ini," katanya kepada para pendukungnya di Universitas Howard, dikutip dari Reuters.

Harris berjanji untuk terus memperjuangkan hak-hak perempuan dan melawan kekerasan senjata api dan untuk "memperjuangkan martabat yang layak diterima semua orang."

Dalam pembicaraan telepon dengan Trump, Harris berjanji untuk melakukan pengalihan kekuasaan secara damai.

Harris berpidato di hadapan khalayak yang meliputi mantan Ketua DPR Nancy Pelosi, para ajudan di Gedung Putih, dan ribuan penggemar. Lagu kampanye Harris, "Freedom" karya Beyonce, diputar saat ia memasuki panggung.

Calon wakil presidennya, Gubernur Minnesota Tim Walz, bergabung dengan khalayak.

Harris menyemangati para pendukungnya, terutama kaum muda, untuk tidak menyerah meskipun mereka kecewa.

"Terkadang perjuangan butuh waktu. Itu tidak berarti kita tidak akan menang," katanya.

Diketahui, Harris menggantikan Joe Biden sebagai calon presiden pada Bulan Juli, berjuang untuk mengatasi kekhawatiran pemilih tentang ekonomi dan imigrasi.

Ia mengalami kekalahan telak pada Hari Selasa, dengan Trump memenangkan lebih banyak suara di sebagian besar negara dibandingkan dengan penampilannya pada tahun 2020 dan Demokrat gagal mengamankan negara bagian medan pertempuran utama yang menentukan hasil pemilu.