Dorong Akuntabilitas, DPR RI Setujui Pembaruan UU PUB untuk Filantropi

JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyatakan dukungannya terhadap usulan revisi Undang-undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB). Undang-undang ini dinilai sudah tidak relevan dalam mengatur aktivitas filantropi atau kegiatan sosial yang melibatkan penggalangan, pengelolaan, dan penyaluran sumbangan. Revisi ini dianggap mendesak untuk memastikan filantropi dapat berkontribusi optimal dalam mendukung program pemerintah yang memerlukan dukungan sumber daya dan dana besar.

Dukungan ini diungkapkan Baleg DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan di Gedung DPR RI, Selasa siang (5/10). Dalam kesempatan tersebut, Aliansi Filantropi memaparkan urgensi revisi UU PUB, yang dianggap membatasi hak dan partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam penggalangan dana sosial demi menyelesaikan berbagai permasalahan sosial. Aliansi juga menyerahkan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Sumbangan sebagai alternatif untuk menggantikan UU PUB. RDPU ini dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi filantropi, seperti Dompet Dhuafa, Yayasan Penabulu, Human Initiative, Filantropi Indonesia, dan Indonesia Judicial Research Society (IJRS).

Kebutuhan Regulasi

Koordinator Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan, Hamid Abidin, menyampaikan bahwa filantropi yang berkembang pesat dapat menjadi sumber daya alternatif untuk mendukung berbagai program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran, mulai dari ketahanan pangan, pemberdayaan ekonomi, hingga mitigasi perubahan iklim. "Namun, dukungan ini terhambat oleh UU PUB yang bersifat restriktif," ujarnya. Menurut Hamid, syarat perizinan yang rumit dan proses yang berjenjang menghambat lembaga filantropi dalam menjalankan aksi cepat, khususnya dalam menangani bencana.

Lebih lanjut, Hamid menjelaskan bahwa durasi izin yang hanya berlaku tiga bulan tidak memungkinkan lembaga filantropi menjalankan program jangka panjang. UU PUB saat ini juga tidak memberikan insentif seperti pengurangan pajak atau penghargaan bagi donatur dan lembaga sumbangan. "Revisi UU PUB penting untuk mengakomodasi pelaku filantropi di era digital dan mendukung keragaman kegiatan filantropi di Indonesia," jelasnya.

Usulan Perubahan UU PUB 

Aliansi Filantropi mengusulkan perubahan mendasar dalam RUU Penyelenggaraan Sumbangan. Salah satu perubahan yang diusulkan adalah mekanisme izin yang lebih sederhana, yaitu cukup melalui pendaftaran dengan pengawasan yang ketat. Jangka waktu pendaftaran diusulkan berlaku hingga lima tahun, serupa dengan regulasi Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS). Aliansi juga mengusulkan pengaturan platform crowdfunding dan perlindungan data pribadi donatur sebagai respons terhadap kemajuan filantropi digital.

Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menyatakan dukungannya terhadap revisi UU PUB. Menurutnya, regulasi yang tepat dapat menjamin hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui sumbangan. "Regulasi ini harus bisa mencegah penyalahgunaan dana dan mendukung perkembangan filantropi digital yang belum tercakup dalam UU PUB," tegas Bob. Ia berharap revisi ini akan membuat filantropi lebih berkembang dan memberikan kontribusi signifikan dalam membantu pemerintah menangani berbagai persoalan sosial.

Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan adalah koalisi lebih dari 100 organisasi dan pegiat filantropi yang berfokus pada regulasi yang memperkuat akuntabilitas pengelolaan dan penyaluran sumbangan. Aliansi ini diprakarsai oleh yayasan keluarga, yayasan perusahaan, yayasan keagamaan, dan yayasan independen. Koordinasi Aliansi dilakukan oleh Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) yang juga menjadi asosiasi lembaga filantropi di Indonesia.