Tidak Diketahui Keberadaannya, KPK Minta Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Paman Birin

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) minta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak praperadilan yang diajukan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin. Dasarnya karena keberadaannya tidak diketahui usai ditetapkan sebagai tersangka.

"Permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon SHB harus dinyatakan tidak tepat diterima oleh hakim praperadilan sebagaimana ketentuan SEMA Nomor 1 Tahun 2018," kata Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu, 6 November.

"Dengan demikian permohonan praperadilan yang diajukan oleh SHB selaku tersangka yang melarikan diri mengandung cacat formil dan sudah sepatutnya permohonan praperadilan a quo atau ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard)," sambungnya.

Budi bilang pencarian terhadap Paman Birin sudah dilakukan. Misalnya, dengan menggeledah tempat persembunyian seperti kantor, rumah dinas, maupun rumah pribadi.

Hanya saja, tim yang melakukan upaya penggeledahan tidak menemukan batang hidung Paman Birin. Budi juga bilang tersangka kasus suap itu tidak menjalankan tugasnya sebagai gubernur.

"Kondisi ini menunjukkan bahwa SHB selaku tersangka secara jelas telah melarikan diri atau kabur yaitu sejak dilakukan serangkaian tindakan tangkap tangan oleh KPK pada tanggal 6 Oktober 2024," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 10 Oktober. Dia tak terima ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait proyek di Provinsi Kalimantan Selatan.

Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada Minggu, 6 Oktober. Paman Birin ditetapkan bersama empat orang lainnya sebagai penerima.

Mereka adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemprov Kalsel Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pemprov Kalsel Yulianti Erlynah (YUL), Pengurus Rumah Tahfidz Darussalam sekaligus pengepul uang atau fee Ahmad (AMD) dan Plt. Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean (FEB).

Sedangkan sebagai tersangka pemberi, yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND) selaku pihak swasta. Total ada tujuh tersangka yang ditetapkan KPK.

Pemberian ini dilakukan setelah Sugeng dan Andi mendapatkan tiga proyek di Kalsel. Rinciannya:

1. Pembangunan Lapangan Sepak Bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih PT WKM (Wismani Kharya Mandiri) dengan nilai pekerjaan Rp23 miliar;

2. Pembangunan Samsat Terpadu dengan penyedia terpilih PT HIU (Haryadi Indo Utama) dengan nilai pekerjaan Rp22 miliar;

3. Pembangunan Kolam Renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih CV BBB (Bangun Banua Bersama) dengan nilai pekerjaan Rp9 miliar.