Ghufron Soal Capim dan Dewas KPK: Lanjut atau Berubah Kewenangan Presiden Prabowo

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyebut calon pimpinan dan dewan pengawas lembaganya menjadi urusan Presiden Prabowo Subianto. Eks Menteri Pertahanan itu disebut berwenang melanjutkan atau mengubah nama yang masuk.

"Bahwa kemudian itu belum selesai karena per 21 Oktober berganti presiden merupakan kewenangan presiden lebih lanjut untuk melanjutkan, termasuk mereview kembali ataupun kemudian mengubah. Itu sekali lagi kewenangan presiden," kata Ghufron kepada wartawan di Gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa, 5 November.

Ia menyebut yang disampaikannya itu sesuai dengan hasil uji materi atau judicial review yang diajukannya. "(Ini, red) bukan perspektif Pak Gufron," tegasnya.

Meski begitu, Ghufron tidak menyalahkan panitia seleksi (pansel) capim dan dewan pengawas KPK bentukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang belakangan jadi polemik. Katanya, sudah tepat proses itu dilaksanakan sebelum eks Gubernur DKI Jakarta tersebut lengser.

"Saya tidak mengatakan idealnya, artinya saya menyampaikan Pak Jokowi pada saat itu mengusulkan dan berproses karena memang ditentukan enam bulan sebelumnya harus sudah diproses panselnya," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah pihak minta Presiden Prabowo Subianto mengocok ulang nama calon pimpinan dan dewan pengawas KPK. Sebab, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap tak memiliki hak untuk menyerahkan ke DPR.

Adapun salah satu yang menolak adalah Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang sudah bersurat kepada Presiden Prabowo. Dia mendesak rekomendasi Jokowi untuk ditarik.

“Hanya Bapak Prabowo yang berwenang membentuk Pansel KPK dan abaikan hasil yang dibentuk Jokowi," kata Boyamin kepada wartawan, Selasa, 22 Oktober.

Boyamin menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 112/PUU-XX/2022 halaman 117 alinea terakhir dan 118 alinea pertama. Berikut rinciannya:

“Bahwa masa jabatan pimpinan KPK yang diberikan oleh Pasal 34 UU 30/2002 selama empat tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan telah ternyata menyebabkan dalam satu kali periode masa jabatan Presiden dan DPR yaitu selama lima tahun in casu periode 2019-2024 dapat melakukan penilaian terhadap lembaga KPK sebanyak dua kali yaitu dalam hal melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK.”

“Dalam hal ini, secara kelembagaan, KPK diperlakukan berbeda dengan lembaga negara penunjang lainnya namun tergolong ke dalam lembaga constitutional importance yang sama-sama bersifat independen dan dibentuk berdasarkan Undang-undang karena terhadap lembaga constitutional importance yang bersifat independen tersebut yang memiliki masa jabatan pimpinannya selama lima tahun dinilai sebanyak satu kali selama satu periode masa jabatan Presiden dan DPR.”