Sebelum Jadi Tersangka, Eks Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono Selalu Mangkir Pemeriksaan
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono selalu mangkir dari pemeriksaan sebagai saksi di kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan periode 2017 hingga 2023.
Saat ini, Prasetyo Boeditjahjono diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang cukup.
"Terkait dengan perkara ini yang bersangkutan sudah beberapa kali dipanggil secara patut sebagai saksi. Namun yang bersangkutan tidak mengindahkan," ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar dikutip Senin, 4 November.
Dengan alasan itu, penyidik memutuskan untuk mencari keberadaannya guna diambil keterangannya terkait perkara korupsi yang sedang diusut tersebut.
Hingga akhirnya, keberadaannya ditemukan di salah satu hotel di Kotakaler, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang. Sehingga langsung diamankan pada Minggu, 3 November.
"Berkat kerja sama tim gabungan, baik dari satgas maupun jajaran Pidsus, mengamankan yang bersangkutan," kata Harli.
Dari hasil pemeriksaan, penyidik memutuskan untuk menetapkan Prasetyo Boeditjahjono sebagai tersangka.
Kasus dugaan korupsi itu bermula saat Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Medan melaksanakan pembangunan jalan kereta api Trans Sumatera yang salah satunya adalah pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh dengan anggaran pembangunan sebesar Rp1,3 triliun yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), pada 2017 hingga 2023.
Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, Prasetyo selaku Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan periode 2016—2017 memerintahkan terdakwa Nur Setiawan Sidik (NSS) selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) untuk memecah pekerjaan konstruksi tersebut menjadi 11 paket dan meminta kepada NSS untuk memenangkan delapan perusahaan dalam proses tender atau lelang.
Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa, yakni terdakwa Rieki Meidi Yuwana (RMY), atas permintaan KPA, lantas melakukan lelang konstruksi tanpa kelengkapan dokumen teknis pengadaan yang telah mendapat persetujuan pejabat teknis dan metode penilaian kualifikasi pengadaan bertentangan dengan regulasi pengadaan barang dan jasa.
Dalam pelaksanaan tersebut, diketahui pembangunan jalan KA Besitang-Langsa tidak didahului dengan studi kelayakan, tidak terdapat dokumen trase jalur kereta api yang dibuat Kementerian Perhubungan, serta KPA pejabat pembuat komitmen (PPK) dan konsultan pengawas dengan sengaja memindahkan jalur pembangunan kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desain dan jalan sehingga jalur KA mengalami amblas atau penurunan tanah dan tidak dapat terpakai.
Baca juga:
Dari pelaksanaan pembangunan, Prasetyo mendapatkan fee dari terdakwa Akhmad Afif Setiawan (AAS) selaku PPK sebesar Rp1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar.
Di kasus ini, Prasetyo disangkakan dengan Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.