Hentikan Sepihak Perjanjian Kerja Sama JCC, Amir Syamsudin Gugat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno

JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang perdana gugatan yang dilayangkan PT Graha Sidang Pratama (GSP), Investor sekaligus Pengelola Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC), kepada Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK).

Namun persidangan berjalan singkat karena para pihak tergugat tidak hadir di persidangan perdana.

"Kami sudah sidang (perdana), tapi tergugat dan turut tergugat tidak datang. Sidang ditunda 2 minggu," kata Kuasa hukum PT GSP Dr Amir Syamsudin SH, MH, di Jakarta, Selasa 29 Oktober.

Amir menjelaskan, gugatan terutama mengenai pengakhiran sepihak Perjanjian Kerjasama Bangun Guna Serah (Build, Operate, Transfer/BOT) yang ditandatangani kedua pihak pada 22 Oktober 1991.

Amir menambahkan sesuai Pasal 8 ayat 2 Perjanjian disebutkan, ketika Perjanjian berakhir pada 21 Oktober 2024, PT GSP memiliki pilihan pertama untuk memperpanjang Perjanjian dengan PPKGBK berdasarkan persyaratan yang akan ditentukan kemudian.

Namun, pasal tersebut diabaikan dan ditolak oleh PPKGBK yang berencana mengelola Gedung Balai Sidang secara mandiri.

“Langkah hukum ini kami lakukan untuk melindungi kepentingan bisnis dan kepastian hukum atas hak PT GSP yang tercantum dalam Perjanjian Kerjasama BOT yang ditandatangani pada 22 Oktober 1991. Kami sangat menyayangkan adanya upaya dari PPKGBK untuk mengingkari Perjanjian yang sudah menjadi kesepakatan bersama,” tegas Amir.

Amir menjelaskan, PT GSP telah melaksanakan dan menjalankan seluruh kewajiban yang tercantum dalam Perjanjian tersebut.

Di antaranya membangun prasarana penunjang serta fasilitas-fasilitas lainnya baik yang bersifat komersil maupun nonkomersil di lingkungan Gelanggang Olahraga Senayan yang sekarang dikenal sebagai Balai Sidang Jakarta Convention Center.

Sebagai pengelola JCC, PT GSP juga berhasil dan menjadi pionir tumbuhnya industri Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE) di Indonesia.

JCC merupakan gedung MICE pertama yang berstandar internasional dan sukses menjalankan events kenegaraan, dan berbagai pelaku bisnis lainnya. Sebagai pengelola JCC, PT GSP juga telah menjalankan seluruh kewajibannya kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku.

“Tindakan PPKGBK mengabaikan Perjanjian yang telah disepakati akan menjadi preseden buruk bagi seluruh pelaku usaha yang bekerjasama dengan Badan Layanan Umum (BLU) Pemerintah di kawasan GBK ini,” jelas Amir.

Lebih jauh Amir menambahkan, PT GSP sejatinya telah mengajukan permohonan perpanjangan Perjanjian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selain mengacu pada Pasal 8 ayat (2) Perjanjian, PT GSP juga mendasarkan permohonannya pada Peraturan Menteri Keuangan No. 202/PMK.05/2022 yang mengatur pedoman pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU), termasuk perpanjangan kerjasama dengan mitra swasta.Namun, permohonan perpanjangan tersebut ditolak oleh PPKGBK.

Penolakan PPKGBK tersebut didasari oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 129/PMK.05/2020, yang menyatakan bahwa pengelolaan aset tanah dan bangunan hanya berlaku satu kali dan tidak dapat diperpanjang. PT GSP menilai bahwa penolakan ini tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian BOT dan peraturan yang relevan.

“PPKGBK menggunakan dasar aturan yang tidak relevan untuk menolak permohonan kami, padahal kami memiliki hak yang sah untuk memperpanjang pengelolaan sesuai dengan kesepakatan awal,” tambah Amir.

Selama proses hukum berlangsung, PT GSP berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan operasional JCC sebagai pusat MICE terkemuka di Indonesia. Kepada para partner, vendor dan pihak-pihak yang telah berkontrak, PT GSP memastikan bahwa event yang sudah terjadwal akan tetap berjalan dan mendapatkan standar layanan dari JCC.

“Kami akan terus mengikuti prosedur hukum yang berlaku dan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan baik dan adil. Kami juga terbuka untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran Perjanjian oleh pihak PPKGBK ini sesuai ketentuan yang berlaku,” tutup Amir.

Tag: ekonomi hukum