Hukum Asuransi Menurut Islam, Mengacu dari Al-Qur'an, Hadist, dan Fatwa MUI
YOGYAKARTA - Kepemilikan asuransi sangat penting sebagai proteksi atau perlindungan dari risiko di kemudian hari. Namun bagaimana hukum asuransi menurut Islam? Banyak yang bertanya-tanya apakah produk asuransi termasuk haram atau halal bagi umat Islam.
Jika mengacu dari fatwa yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), agama Islam tidak melarang seseorang untuk memiliki asuransi. Namun dengan catatan asalkan dana dari asuransi tersebut dikelola dengan baik sesuai syariat Islam.
Adanya asuransi dapat memberikan perlindungan finansial ketika terhadap musibah yang mungkin Anda atau keluarga Anda alami. Misalnya ketika terkena penyakit, dilanda bencana, dan sebagainya. Lantas seperti apa hukum asuransi menurut Islam dan bagaimana anjurannya?
Hukum Asuransi Menurut Islam
Hukum asuransi dalam Islam diakui sebagai sah selama mengikuti prinsip-prinsip syariah. Selain itu, tujuan dari asuransi harus sejalan dengan maqashid syariah, yaitu untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan ekonomi bagi umat manusia.
Untuk penjelasan lebih lanjut, beberapa dasar hukum asuransi dalam Islam dapat ditemukan dalam Alquran, hadis, dan fatwa MUI.
Baca juga:
- Bagaimana Cara Mengempeskan Gondongan? Berikut Penatalaksanaan Terapinya
- Bukan Cuma Kecantikan, Gisella Anastasia juga Pentingkan Kesehatan Tubuh
- Alasan Desainer Rinda Salmun Rela Memulung untuk Koleksi JFW 2025
- Meski Beda Pendapat, Memes Enggan Ikut Campur dalam Pola Asuh Kevin Aprilio dan Vicy Melanie
Menurut Alquran dan Hadis
Ketentuan asuransi dalam Islam tidak dijelaskan secara eksplisit, baik itu di Al-Qu’ran maupun hadis Nabi Muhammad SAW. Namun jika Anda memilih asuransi syariah yang mengedepankan prinsip-prinsip Islam, terdapat dalil dari Alquran dan hadis yang membahas mengenai asuransi, yaitu:
- Anjuran atau perintah dalam Al-Qur’an untuk saling tolong-menolong termuat dalam Q.S. al-Maidah ayat 2 dengan arti: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
- Pesan dalam Al-Qur’an untuk mengajak mempersiapkan masa depan terdapat pada al-Hasyr ayat 18 dengan arti: “Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
- Hadis Nabi Muhammad SAW yang mengajak untuk memegang prinsip tolong-menolong dalam HR. Muslim dari Abu Hurairah, yaitu: “Barang siapa dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat”.
- Hadis Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan untuk saling mengasihi dalam HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir berikut: “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita”.
Asuransi dalam Fatwa MUI
Di Indonesia, hukum mengenai asuransi telah diatur dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa utama tentang hukum asuransi dalam MUI adalah Fatwa MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
Fatwa tersebut dijadikan dasar hukum bagi asuransi dalam Islam di Indonesia, khususnya untuk asuransi syariah. Dalam fatwa tersebut, asuransi syariah diharuskan untuk mengikuti prinsip-prinsip syariah, seperti menghindari penipuan, perjudian, riba, penganiayaan, suap, barang haram, dan maksiat.
Secara khusus, ketentuan asuransi syariah yang diberlakukan di Indonesia telah diatur dalam fatwa-fatwa berikut ini:
- Fatwa MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
- Fatwa No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah.
- Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah.
- Fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.
Dasar Hukum Asuransi di Indonesia
Di negara Indonesia sendiri, ketentuan mengenai asuransi tercantum dalam Permenkeu No. 18/PMK.010/2010 tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.
Dengan adanya dasar hukum ini, diharapkan asuransi syariah dapat memberikan perlindungan finansial yang adil dan sejalan dengan prinsip keadilan ekonomi dalam Islam. Selain itu, pengelolaan dana asuransi syariah juga harus mengikuti prinsip syariah dalam investasi dan distribusi keuntungan.
Permenkeu tersebut juga mengatur prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan reasuransi syariah, mencakup aspek seperti tolong-menolong (ta'awuni), pengelolaan dana tabarru', serta penerapan prinsip syariah dalam operasional perusahaan.
Demikianlah penjelasan mengenai hukum asuransi menurut Islam dan ketentuannya di Indonesia. Seorang muslim diperbolehkan memiliki asuransi asalkan dananya dikelola sesuai dengan syariat Islam. Baca juga tips memilih asuransi jiwa yang tepat.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan info terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.