Gaduh Pound Fit di Stasiun MRT, Pertanda Jakarta Kekurangan Ruang Terbuka Hijau?
JAKARTA – Kegiatan pound fit di stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia bikin gaduh. Kegiatan tersebut dianggap berisik dan mengganggu kenyamanan pengunjung.
Belakangan ini beredar video di media sosial X yang memperlihatkan orang-orang melakukan olahraga pound fit di dalam area stasiun MRT. Mayoritas warganet mengeluhkan gelaran pound fit dengan musik keras di dekat Gate B Stasiun MRT Bundaran HI, karena suaranya yang berisik sehingga mengganggu kenyamanan para penumpang.
“Gua rasa MRT gak bijak ya, ijinin wan kawan ini olahraga SEBERISIK ini di indoor. Haha,” tulis akun tersebut.
Karena banyaknya keluhan dari penumpang, pihak MRT Jakarta memutuskan menghentikan kegiatan pound fit tersebut. Kepala Divisi Corporate Secretary PT MRT Jakarta (Perseroda) Ahmad Pratomo mengatakan kritik masyarakat terhadap kegiatan pound fit sebagai sebuah evaluasi.
Ini dilakukan supaya MRT dapat memberikan kegiatan yang lebih bermanfaat dengan tetap memperhatikan kualitas dan layanan untuk masyarakat. Dan yang terpenting, kegiatan yang diadakan oleh MRT tidak mengganggu kenyamanan maupun keamanan masyarakat.
“Kegiatan pound fit menjadi poin evaluasi kami dalam mengkaji kegiatan lebih dalam sehingga kualitas dan peningkatan layanan tetap diutamakan serta tidak mengganggu kenyamanan maupun keamanan masyarakat yang menggunakan layanan MRT Jakarta. Sampai hasil evaluasi selesai, kegiatan pound fit di stasiun akan dihentikan,” kata Ahmad dalam keterangan resminya.
Kegiatan Publik di MRT
Ahmad Pratomo mengatakan, sejatinya MRT Jakarta mengizinkan segala kegiatan masyarakat di ruang publik selama tidak melanggar peraturan dan norma. Kegiatan yang diizinkan termasuk aktivitas komunitas, hiburan, kesehatan, maupun edukasi.
"MRT Jakarta mendukung pelaksanan kegiatan masyarakat di ruang publik, baik dalam bentuk aktivitas komunitas, entertainment (hiburan), kesehatan, edukasi, dan lainnya sepanjang tidak melanggar peraturan dan norma yang berlaku," jelas Ahmad.
Belum lama ini PT MRT Jakarta juga memperbolehkan masyarakat untuk melakukan sesi foto prewedding di area Stasiun MRT atau Ratangga, seperti diinformasikan akun X @mrtjakarta pada 18 Oktober.
"MRT Jakarta turut berbahagia dapat menjadi bagian penting dalam perjalanan Teman MRT menuju jenjang pernikahan. Kami informasikan bahwa foto prewedding di area Stasiun MRT Jakarta tidak memerlukan izin dan tidak dipungut biaya apa pun, ya," tulis akun @mrtjakarta.
Namun pihak PT MRT Jakarta memberikan beberapa syarat untuk pasangan yang akan melakukan prewedding di area stasiun. Pertama, orang yang melakukan pengambilan gambar atau memegang alat pengambilan gambar hanya berjumlah satu orang.
Baca juga:
- Sejauh Mana Efektivitas Janji Surga dalam Kampanye Calon Bupati?
- Ospek Kabinet Merah Putih di Gunung Tidar Memupuk Kerja Sama, Menghapus Ego Sektoral
- Ribut-ribut Soal Penggantian Kurikulum Merdeka, Apa Sebenarnya Masalah Pendidikan Indonesia?
- Pemecahan Kemendibud Ristek jadi Tiga Nomenklatur: Tambah Fokus atau Makin Rumit?
Kedua, tidak melakukan hal-hal yang dilarang dan atau mengganggu kenyamanan penumpang MRT Jakarta lainnya, seperti bersandar pada platform screen door atau pintu tepi peron, berselancar pada pegangan tangga, menyelak antrean, bersuara terlalu keras, dan sebagainya.
Terakhir, pasangan yang melakukan sesi prewedding di area Stasiun MRT harus tetap menjaga kebersihan.
"Pada prinsipnya, seluruh pengambilan foto/video untuk keperluan nonkomersial dapat dilakukan tanpa izin khusus. Jika Teman MRT masih bingung, jangan ragu untuk bertanya lebih lanjut, ya," tulis akun X @mrtjakarta.
Kegiatan pound fit dan diizinkannya sesi foto prewedding di Stasiun MRT seolah membuktikan bahwa masyarakat kita tak disuguhi ruang terbuka hijau atau RTH yang mumpuni.
Proporsi RTH Belum Cukup
Pemerintah telah menetapkan jumlah minimal luas RTH di dalam kota yang tercantum dalam Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota tersebut.
Contohnya wilayah Jakarta yang memiliki luas sekitar 661,5 km2. Berarti, Jakarta seharusnya sekitar 198 km2 merupakan kawasan RTH.
Proporsi minimal 30 persen luas wilayah untuk RTH dimaksudkan untuk menjamin keseimbangan keseimbangan ekosistem dalam kota, sebagaimana yang disebutkan dalam bab penjelasan. Baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya.
Sayang, peraturan pemerintah tersebut masih belum sepenuhnya bisa terealisasikan, termasuk RTH di Jakarta. Mengutip laman DPRD Jakarta, pada 2023 Jakarta baru memiliki RTH seluas 33,34 juta meter persegi atau 5,2 persen dari total luas wilayah. Selain itu, sebaran RTH juga belum merata, karena masih terpusat di beberapa lokasi seperti di sekitaran Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.
Sedangkan pada 2021, Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya menyebutkan luas RTH di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur sudah mencapai 7.356,24 hektare atau 21,99 persen dari luas kota. Jumlah tersebut diklaim sudah memenuhi target minimal RTH publik berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) PU nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Anna Fajriatin di Surabaya, yang saat itu masih menjabat sebagai Pelaksanan Tugas (Plt) Kepala DKRTH Surabaya menuturkan proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30 persen yang terdiri dari 20 persen ruang terbuka hijau publik dan 10 persen terdiri dari ruang terbuka hijau privat.
Sementara itu, berdasarkan penelitian Perijal Chandra Damanik dkk dari Universitas Riau, menyatakan luas ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru mencapai seluas 31.311 ha atau 49,06 persen dari luas total wilayah kota. Data ini menunjukkan bahwa RTH di Kota Pekanbaru telah mencukupi dari standar yang telah ditetapkan. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan pada bulan Maret-Agustus tahun 2018.
Isu Iklim jadi Kampanye Pilkada
Krisis RTH di Jakarta dan beberapa daerah lainnya menjadi perhatian jelang kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Calon Gubernur Jakarta Ridwan Kamil berjanji akan memperbanyak RTH di sudut-sudut kota sebagai salah satu cara mengatasi permasalahan krisis iklim.
Eks Gubernur Jawa Barat ini mengaku sering mendapat keluhan kurangnya RTH di Jakarta saat blusukan di sejumlah tempat. Karena itu, ia berjanji akan membangun lebih banyak RTH dengan cara membeli rumah di kampung-kampung.
“Nanti akan banyak kami di kampung beli rumah, diancurin rumahnya, dibangun jadi ruang hijau. Itu akan saya lakukan,” ucap mantan Gubernur Jawa Barat itu dalam acara Indonesia Millenials and Gen Z Summit (IMGS) di Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024.
Politikus Partai Golkar ini menambahkan program lainnya, yaitu mengintensifkan penanaman pohon di tiga tahun pertamanya sebagai gubernur. Ridwan Kamil akan mewajibkan atap datar bangunan-bangunan di Jakarta agar dibangun taman. Ia juga akan membangun hutan kecil di tanah-tanah kosong yang menganggur.
Dengan menanam 3 juta pohon, mantan Wali Kota Bandung itu mengklaim suhu Jakarta akan turun. Ia mencontoh Kota Medellin di Kolombia yang mampu menurunkan suhu sebesar 2 derajat dan polusi sebesar 10 persen setelah menanam 3 juta pohon dalam 3 tahun.
Hal senada juga dituturkan Calon Bupati Serang Andika Hazrumy. Ia berjanji akan memperbanyak RTH jika memenangkan Pilkada Kabupaten Serang 2024 karena ini penting dalam menjaga lingkungan dan kesehatan mental masyarakat.
"Lebih banyak lagi (RTH) dari yang sudah ada sekarang, itu akan berdampak positif terhadap lingkungan hidup kita sekaligus juga kesehatan mental warga di sekitarnya," kata Andika, saat berkunjung ke Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Dijelaskan Andika, kehadiran RTH dapat menjadi paru-paru kota karena tumbuhan dapat menyerap karbondioksida (CO2) dan menghasilkan oksigen. Selain itu, keberadaan RTH juga bisa memberikan suasana sejuk hingga menjaga keanekaragaman hayati.