Laporan SETARA, Jawa Barat Provinsi Pelanggaran Beragama Tertinggi, Disusul Jatim dan Aceh
JAKARTA - SETARA Institute melaporkan sebanyak 422 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) yang terjadi selama tahun 2020 di Indonesia.
"Sepanjang tahun 2020, SETARA institute mencatat 180 peristiwa pelanggaran KBB dan 422 tindakan yang terjadi di Indonesia," kata Direktur Riset SETARA Institute, Halili Hasan dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa.
Kata Halili, pelanggaran itu tersebar di 29 provinsi di Indonesia. Untuk enam wilayah dengan peristiwa pelanggaran tertinggi yakni Jawa Barat 39 pelanggaran, Jawa Timur 23 pelanggaran, Aceh 18 pelanggaran, DKI Jakarta 13 pelanggaran, Jawa Tengah 12 pelanggaran dan Sumatera Utara 9 pelanggaran.
Halili menjelaskan sejak tahun 2007, SETARA telah merilis laporan tahunan terkait laporan kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Untuk tahun 2020 merupakan laporan ke-14 dengan mengusung tema intoleransi semasa pandemi COVID-19.
"Kerangka metodologi yang digunakan yakni dengan pemantauan peristiwa, wawancara mendalam, studi regulasi dan studi literatur," ujar Halili.
Baca juga:
- Survei SMRC: Masyarakat Muslim Terbelah Soal Siapa yang Salah dalam Bentrokan Laskar FPI-Polisi
- Suster Katolik Ikut Peragaan Busana, Melenggok di Karpet Merah Bawa Pesan Toleransi Viral! Cek Faktanya
- Komisi Pendidikan DPR Dukung PMII Bendung Gerakan Radikal dan Sekuler
- Mulai Ramadan, Pemerintah Arab Saudi Beri Izin Umrah bagi yang Sudah Divaksin COVID-19
Menurut Halili, COVID-19 berdampak ke seluruh sektor kehidupan, termasuk beragama dan berkeyakinan. Pandemi makin mendiskriminasi kelompok rentan, minoritas, perempuan dan anak.
Kemudian berbagai kegiatan keagamaan juga terpaksa dibatasi dan dibatalkan akibat PSBB. Perpecahan masyarakat juga tak terelakkan akibat adanya keresahan spiritual, politisasi dan informasi bohong yang beredar luas.
SETARA mendesak agar pemerintah daerah dan pusat menguatkan program kemasyarakatan yang memfokuskan interaksi antar-agama dan lingkungan sosial. Pemerintah juga diharapkan mengintensifkan program solidaritas antar-umat beragama demi mencegah perpecahan di masyarakat, menangani hoaks dan menangani politisasi COVID-19 yang berbasis doktrin agama.