Upaya Kota Bogor Terus Menguatkan Peran Posyandu Guna Menekan Kasus Stunting

BOGOR - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor terus menguatkan sistem kesehatan nasional dengan mengoptimalkan peran pos pelayanan terpadu (Posyandu) dalam penanggulangan stunting dalam kurun waktu 2024.

Kepala Dinkes Sri Nowo Retno menyebut hal tersebut sesuai instruksi Kemenkes dalam menetapkan enam pilar transformasi kesehatan.  

"Mulai dari transformasi pelayanan kesehatan primer, transformasi pelayanan kesehatan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan," papar Retno dalam keteranganya, Senin 21 Oktober.

Retno merinci, pilar pertama transformasi kesehatan Indonesia yaitu transformasi pelayanan kesehatan primer, implementasinya berfokus pada peningkatan aktivitas promotif dan preventif untuk mendorong lebih banyak orang menjadi lebih sehat, meningkatkan skrining kesehatan, dan meningkatkan kapasitas layanan primer.

Pada pelaksanaannya dapat dijabarkan menjadi edukasi Penduduk, dengan melakukan penguatan peran kader, kampanye, dan membangun gerakan, menggunakan platform digital dan tokoh masyarakat.

Selanjutnya, pencegahan Primer, dilakukan dengan melakukan penambahan imunisasi rutin menjadi 14 antigen dan perluasan cakupan di seluruh Indonesia.

"Pencegahan Sekunder, dengan melakukan skrining 14 penyakit penyebab kematian tertinggi di tiap sasaran usia, skrining, stunting, dan peningkatan Antenatal Care (ANC) untuk kesehatan ibu dan bayi," papar Retno.

Meningkatkan Kapasitas dan Kapabilitas Layanan Primer, dengan melakukan revitalisasi network dan standarisasi pelayanan di Puskesmas, posyandu, dan kunjungan Rumah.

Integrasi Layanan Primer (ILP) diterapkan dengan berfokus pada tiga hal yaitu pelayanan siklus hidup sebagai fokus integrasi pelayanan kesehatan, pendekatan layanan kesehatan melalui jejaring hingga tingkat desa dan dusun, serta penguatan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Salah satu perubahan layanan kesehatan yang terjadi pada era ILP adalah layanan Posyandu.

Kata Retno, Kota Bogor memiliki 25 Puskesmas dan 31 Puskesmas Pembantu (Pustu) yang sudah menerapkan ILP, juga terdapat 983 posyandu dengan jumlah kader sebanyak 7.791 orang, tersebar di enam kecamatan dan 68 kelurahan.

Posyandu sebagai Lembaga Kemasyarakatan Desa atau Kelurahan yang dikelola dan diselenggarakan oleh masyarakat, di era ILP ini dilaksanakan minimal oleh lima kader kesehatan yang didampingi petugas kesehatan, di mana layanannya terintegrasi untuk semua usia (siklus hidup) mulai dari ibu hamil, ibu nifas, bayi, balita, anak usia pra sekolah, remaja, usia produktif sampai lanjut usia.

"Posyandu berperan dalam penanggulangan stunting dengan melakukan upaya pencegahan dan juga penanganannya," kata Retno

Stunting merupakan kondisi gangguan pertumbuhan pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Penyebab lainnya adalah pola asuh, pola makan dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.

Stunting berdampak pada kualitas sumber daya manusia, yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas Sumber Daya Manusia sehingga bonus demografi tidak termanfaatkan dengan baik.

Data stunting di Kota Bogor berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 yaitu 18,2%, mengalami penurunan sebanyak 0,5% dari tahun sebelumnya yaitu 18,7%. Pemerintah menetapkan target prevalensi stunting menurun hingga 14% pada tahun 2024.

Strategi penanggulangan untuk percepatan penurunan stunting di Kota Bogor adalah dengan konsep pencegahan pada masa 1000 HPK bahkan sejak remaja dan calon pengantin serta penanganan pada balita stunting, yang dilaksanakan dengan konvergensi multisektor melalui intervensi spesifik dan sensitif secara sinergitas, terpadu, berjenjang melalui pendekatan Continuum of Care sesuai siklus hidup.

Dalam upaya pencegahan stunting, kader posyandu sebagai penyuluh dan penggerak masyarakat melakukan edukasi atau penyuluhan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS), edukasi lingkungan sehat dan pencegahan penyakit, melakukan skrining kesehatan, deteksi faktor resiko, menggerakkan sasaran untuk diimunisasi serta memantau pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri, calon pengantin, dan ibu hamil.

Upaya peningkatan pengetahuan masyarakat melalui edukasi juga dapat dilaksanakan oleh kader posyandu bersama petugas kesehatan di kelas Ibu hamil, kelas ibu balita, kelas ASI, atau kelas gizi.

Sedangkan dalam upaya penanganan stunting, kader posyandu melakukan rujukan untuk sasaran yang terdeteksi bermasalah gizi ke tenaga kesehatan, melakukan pemantauan berkala pada sasaran bermasalah gizi yang sudah dilaksanakan atau dilakukan pengobatan oleh Puskesmas atau Rumah Sakit, mendistribusikan serta memantau Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita dan ibu hamil bermasalah gizi.