Sosok Menteri BUMN di Kabinet Prabowo Harus Punya Pengalaman Kelola Bisnis Skala Besar

JAKARTA - Periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersisa kurang dari dua pekan lagi.

Seiring dengan itu, berakhir pula jabatan para menteri pada Kabinet Indonesia Maju, termasuk Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Lalu, siapa sosok yang tepat menjabat sebagai Menteri BUMN periode 2024-2029?

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto mengatakan, perlu sosok profesional untuk menjabat sebagai Menteri BUMN.

Sosok tersebut juga harus memiliki pengalaman dalam mengelola perusahaan dalam skala besar.

Apalagi, muncul juga wacana penghapusan Kementerian BUMN menjadi Super Holding perusahaan-perusahaan pelat merah di era pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.

“Kalau misalnya nanti badan ini akan diarahkan menjadi lembaga seperti itu (Super Holding) seperti Temasek atau Khazanah, itu kan cirinya adalah mereka dikelola oleh orang-orang profesional,” ucap Toto saat ditemui di Jakarta, Selasa, 8 Oktober.

“Sehingga mestinya juga menurut saya yang akan mengelola badan ini nanti adalah unsur yang memang mewakili kalangan profesional bisnis yang memang sudah punya pengalaman dalam mengelola bisnis- bisnis skala besar,” sambungnya.

Menurut Toto, jika posisi Menteri BUMN atau Kepala Badan diisi sosok yang tepat, maka daya saing perusahaan pelat merah bisa lebih kompetitif ke depannya.

“Tidak harus dari BUMN sebetulnya (Kepala Badan) tapi dari perusahaan-perusahaan yang dianggap cukup besar, yang punya track record bagus bagaimana mereka kemudian bisa membawa perusahaan tadi menjadi pemain baik nasional, regional, atau bahkan menjadi skala global,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada era pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan akan berubah konsep menjadi super holding yang nantinya akan dipimpin oleh kepala badan.

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto mengatakan ide Super Holding BUMN sebenarnya merupakan konsep lama. Dia menjelaskan konsep ini pertama kali digagas oleh Menteri Negara Pendayagunaan BUMN era Tanri Abeng.

Pada era tersebut, sambung Toto, konsep Super Holding BUMN telah dicanangkan. Kemudian gagasan ini diteruskan oleh Menteri BUMN era pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), periode Rini Soemarno.

“Sebetulnya ide Super Holding ini menurut saya bukan terlalu baru, karena di dalam dokumen terkait master plan BUMN di jamannya Pak Tanri Abeng tahun 1999, sebetulnya nomenklaturnya juga adalah Kementerian BUMN/Kepala Badan,” ucap Toto saat ditemui di Jakarta, Selasa, 8 Oktober.

Toto menjelaskan, Super Holding adalah induk yang membawahi beberapa holding perusahaan yang berada dalam satu grup.

Dia bilang, konsep ini telah diterapkan di negara seperti Temasek (Singapura) dan Khazanah (Malaysia).

Lebih lanjut, dia bilang, tujuan utama Super Holding ini sebagai pemegang saham dalam beberapa holding perusahaan, dengan tujuan kinerja perusahaan meningkat dan memungkinkan terciptanya nilai pasar.

“Jadi kalau sekarang misalnya pemerintahan presiden terpilih Prabowo nanti akan menghidupkan kembali ya fungsi badan ini, saya kira tujuannya adalah dalam rangka sebetulnya bagaimana membuat daya saing BUMN bisa lebih ditingkatkan,” jelasnya.