LBH Sebut 3 Paslon Pilgub Tak Kuasai Masalah Jakarta, Pramono: Semakin Dikritik Semakin Bagus

JAKARTA - Calon Gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung merespons kritikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang menyebut semua pasangan calon belum menguasai permasalahan Jakarta.

Pramono menyambut baik kritikan tersebut. Sudah semestinya, menurut Pramono, calon kepala daerah menerima kritikan dari masyarakat.

"Enggak apa-apa. Yang namanya calon gubernur, wakil gubernur itu memang harus dikritik setiap hari, termasuk diri saya. Jadi, semakin dikritik semakin bagus," kata Pramono ditemui di Pademangan Barat, Jakarta Utara, Selasa, 8 Oktober.

Mantan Sekretaris Kabinet itu justru mengharapkan lebih banyak kritikan dari kelompok masyarakat lainnya. Hal ini diperlukan untuk membuka ruang yang lebuh luas kepada masyarakat menyalurkan aspirasi kepada calon pemimpinnya.

"Siapa pemimpin yang memang bisa menjawab apa yang menjadi pertanyaan dari lembaga-lembaga tersebut secara konkrit dan bisa diimplementasikan di lapangan," jelas Pramono.

Lewat keterangan tertulisnya, LBH Jakarta menilai paslon tidak menawarkan solusi konkret yang berbasis masalah Jakarta dalam debat perdana yang bertema "Penguatan Sumber Daya Manusia dan Transformasi Jakarta menjadi Kota Global".

"Visi dan misi seluruh paslon hanya sekedar jargonistik dan berorientasi pada peningkatan elektabilitas," ucap LBH Jakarta.

Visi dan misi paslon nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono yang hendak yang membangun budaya Betawi, lanjut LBH Jakarta, tidak akan membawa dampak yang signifikan apabila tidak dibarengi dengan upaya menjaga dan menjamin ruang hidup warga Jakarta.

LBH Jakarta juga mengkritik visi dan misi yang ditawarkan paslon nomor urut 2, Dharma Pongrekun-Kun Wardana terkait penanggulangan banjir melalui manajemen air hujan serta sungai hingga memaksimalkan fungsi waduk, taman, dan hutan kota. Hal itu dianggap solusi kosong.

Kemudian, LBH Jakarta mengkritik program Benyamin Sueb Awards yang ditawarkan oleh paslon nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno tidak diletakkan sesuai makna dan konteksnya.

"Alih-alih hanya sekadar menggunakan namanya untuk suatu penghargaan, seharusnya semangat melawan ketimpangan yang diusung oleh Benyamin Sueb lah yang dijadikan landasan pengambilan kebijakan," urai LBH Jakarta. Oleh karenanya, penggunaan nama Benyamin Sueb tanpa dibarengi dengan kebijakan konkret dan tepat sasaran untuk mengikis ketimpangan di Jakarta hanya sekadar jargonistik dan berpotensi mengkerdilkan nama besar sosok tersebut.

LBH juga menilai seluruh paslon tidak memiliki pemahaman yang komprehensif soal keadilan gender. Ketiga kandidat juga dianggap hanya membangun narasi normatif dan tidak mengurai lebih jauh kompleksitas permasalahan yang telah terjadi di Jakarta secara proporsional dari perspektif sosial dan budaya.

"Kami menarik kesimpulan bahwa seluruh pasangan calon tidak mengerti permasalahan empirik yang ada di Jakarta dan gagal menghadirkan perdebatan yang konstruktif sebagai sarana edukasi publik guna mencari solusi penyelesaian masalah Jakarta," pungkasnya.