Protein Nabati Tak Kalah Penting untuk Pencegahan Stunting
JAKARTA - Stunting merupakan masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang, sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Anak yang mengalami stunting biasanya mengintai anak-anak yang berada di daerah pelosok Indonesia.
Helga Angelina, Co-Founder & CEO Burgreens and Green Rebel mengungkapkan cara mudah mencegah stunting anak-anak. Ia merasa banyak masyarakat Indonesia yang kurang peduli dengan protein nabati. Padahal dalam pencegahan stunting, protein nabati juga memiliki peranan penting.
Protein nabati meliputi tahu, tempe, lentil, kacang, dan makanan berbasis nabati lainnya. Hal ini karena masyarakat Indonesia selalu terpaku dengan makanan 4 sehat 5 sempurna.
Menurutnya, masyarakat Indonesia seharusnya mengikuti pedoman Isi Piringku yang disusun oleh Kementerian Kesehatan. Dalam satu piring setiap kali makan, setengah piring diisi dengan sayur dan buah, sedangkan setengah lainnya diisi dengan makanan pokok dan lauk pauk.
Baca juga:
Selain itu, Isi Piringku juga memuat ajakan untuk mengonsumsi 8 gelas air setiap hari, melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap hari, dan mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum dan setelah makan.
Helga Angelina mengatakan anak-anak yang mengalami stunting kekurangan nutrisi yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya asupan gizi pada ibu selama kehamilan atau anak saat sedang dalam masa pertumbuhan.
"Stunting umumnya karena anak-anak dibawah umur kekurangan kalori, protein zat besi itu masalah anak sampai dua tahun," ujar Helga, saat ditemui dalam bedah buku dan konferensi pers film dokumenter Dangerous Human di Jakarta, baru-baru ini.
"Kalau sudah dua tahun ke atas dan orang-orang gizi dewasa umumnya desa maupun kota itu kelebihan kalori, khusus kota besar kita kelebihan protein, tapi mau di desa, kota besar, mau kaya, pas-pasan, 97% masyarakat kekurangan serat," lanjutnya.
Helga juga menyoroti kasus stunting pada balita di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 37,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 37 hingga 38 dari 100 balita di Provinsi NTT mengalami stunting. Angka ini menjadikan NTT sebagai provinsi kedua dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Indonesia setelah Provinsi Papua Pegunungan.
Helga meminta agar orangtua yang tinggal di daerah pelosok Indonesia, termasuk NTT untuk membuat tempe sendiri apabila tidak memiliki uang untuk membeli protein nabati. Baginya, sangat penting edukasi pembuatan tempe untuk ibu-ibu di NTT.
"Anak stunting dikasih tempe, sebulan berat badan dan tinggi naik pesat. Nah sebenarnya kita ajarin ibu-ibu NTT ini menempe dari kacang-kacang lokal di NTT. Kalau ajarin menempe, itu naik gizi naik pesat, itu mencegah stunting," ucapnya.