Asal Usul Nama Lubang Buaya: Legenda dan Kenyataannya

YOGYAKARTA – Dalam peristiwa berdarah yang dikenal dengan Gerakan 30 September (G30S), masyarakat tidak asing dengan lubang pembuangan yang dikenal dengan nama Lubang Buaya. Tempat tersebut merujuk pada sebuah sumur yang digunakan sebagai tempat pembuangan mayat para jenderal yang dibunuh pada malam 30 September 1965. Di luar dari konteks sejarah G30S, asal usul nama Lubang Buaya belum banyak dikenal oleh masyarakat.

Asal Usul Nama Lubang Buaya

Lubang Buaya adalah sebuah sumur yang menjadi tempat pembuangan mayat perwira Angkatan Darat korban G30S/PKI. Sumur tersebut berada di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur yang kini menjadi bagian dari Monumen Pancasila Sakti, tepatnya di Jalan Raya Pondok Gede, Lubang Buaya, Cipayung.

Sejarah nama Lubang Buaya sendiri berasal dari sebuah legenda yang dipercaya oleh masyarakat Cipayung sebelumnya.

Dilansir dari situs Perpustakaan Badan Standarisasi Nasional (BSN), legenda asal usul Lubang Buaya karena masyarakat percaya bahwa ada banyak buaya putih yang tinggal dan hidup di kawasan sumur tersebut. Bahkan, sumur yang menjadi tempat pembuangan mayat jenderal dipercaya digali oleh para buaya putih untuk dijadikan sebagai tempat bersembunyi dan berkumpul.

Sejarah Lubang Buaya Sebelum Peristiwa G30S/PKI

Perlu diketahui bahwa lubang Lubang Buaya sudah ada sejak peristiwa berdarah G30S/PKI. Berdasarkan informasi dari warga sekitar konon nama Lubang Buaya muncul setelah sebuah banjir besar melanda sungai di sekitar kawasan Pondok Gede. Saat banjir, masyarakat setempat mengenakan sebuah rakit (getek) untuk menyebrangi sungai.

Saat warga menyebrang menggunakan rakit, tiba-tiba dayung yang mereka gunakan tidak bisa diangkat dan akhirnya tenggelam. Setelah banjir surut, dayung yang sempat ditinggalkan ternyata mengenai buaya yang tinggal di sungai tersebut.

Warga kemudian menyebarkan keberadaan buaya di sungai tersebut, termasuk mengatakan bahwa ada sebuah lubang buaya di area sungai.  Penamaan tersebut bertahan hingga saat ini sehingga dinamakanlah sumur jadi Lubang Buaya.

Sumur Lubang Buaya di Mata Warga

Terlepas dari peristiwa sejarah dan legenda yang ada, lubang Lubang Buaya adalah sebuah sumur yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan air tanah. Namun lama kelamaan air yang ada di dalam sumur surut dan kering sehingga masyarakat sudah sejak lama meninggalkan sumur tersebut.

Lubang Buaya sendiri memiliki kedalaman 12 meter dengan diameter sumur tersebut adalah 75 centimeter. Dengan diameter sumur Lubang Buaya tersebut, manusia yang masuk ke dalam sumur hanya bisa muat satu orang. Dengan begitu jasad para Jenderal yang dibuang ke dalam sumur dalam kondisi bertumpuk.

Diberitakan VOI, pengangkatan jenazah korban G30S PKI di Lubang Buaya terjadi pada Senin 4 Oktober 1965. Pengangkatan dihadiri oleh Soeharto, Presiden RI yang kala itu menjabat dengan dibantu oleh Kompi Penyelam (KIPAM). Pengangkatan menggunakan alat khusus untuk memudahkan proses evakuasi.

“Pengangkatan jenazah tersebut disaksikan langsung oleh Pangkostrad Mayjen Soeharto yang didampingi oleh Direktur Peralatan AD, Direktur Polisi Militer AD, Direktur Zeni, Kepala Penerangan AB dan sejumlah wartawan. Maksudnya agar publik mengetahui secara terbuka. Di kemudian hari tindakan Soeharto dengan rombongannya dituduh sebagai usahanya untuk merekayasa agar ia dapat mengambil dari keuntungan dari opini yang terbentuk,” tertulis dalam buku Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional Volume 1 (2012), dikutip dari VOI.id.

Itulah informasi terkait asal usul nama Lubang Buaya. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.