Sering Pakai Jasa Fintech Hati-Hati Terjerat Rentenir Digital
JAKARTA - Banyak penyedia jasa keuangan digital atau fintech yang memberikan kemudahan untuk mendapatkan uang secara instan. Namun tak sedikit masyarakat yang kurang paham dengan jasa keuangan digital digital.
Hal tersebut yang dikhawatirkan Direktur Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dino Milano. Menurutnya banyak masyarakat yang terlalu konsumtif pada pinjaman online, sehingga terjerat "rentenir digital'.
"Generasi milenial perlu lebih aware pada keuangan digital. Mayoritas penggunaan keuangan digital adalah untuk membayar tagihan, peminjaman uang, pembelian barang tapi belum ada yang masuk lebih dalam untuk investasi misalnya," kata Dino dalam sebuah diskusi virtual, Kamis, 1 April.
Untuk itu, sebelum memulai transaksi jasa keuangan digital, Dino menyebutkan ada yang harus diperhatikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari atau terjadinya kasus penipuan.
Pertama adalah perhatikan legalitas dari jasa keuangan yang akan dipilih. Pastikan untuk mencari penyedia jasa keuangan yang sudah tercatat dan berada di bawah pengawasan OJK.
Baca dengan seksama syarat dan ketentuan yang berlaku. Membaca syarat dengan terburu-buru atau langsung menekan opsi setuju hanya akan menimbulkan kerugian di kemudian hari.
Baca juga:
- Zebra Nusantara, Perusahaan Kakak Konglomerat Hary Tanoe Cari Dana Rp1 Triliun dari Terbitkan 3,43 Miliar Saham
- Gaya Anggun Selvi Ananda Kenakan Blouse Putih Curi Perhatian Netizen: Kate Middleton Versi Indonesia
- Ekonom Sebut Urgensi Pembentukan Lembaga 'Pembantu' Bank Indonesia
- Polda-Kejati Telusuri Dugaan Pembobolan Rp10 Miliar Kas Bank NTB Syariah
Para calon pengguna jasa keuangan digital juga harus berhati-hati dalam memberikan akses yang bersifat pribadi seperti nomor kontak, email, foto, video dan lainnya.
Sementara itu Dino menyebutkan bahwa tingkat inklusi keuangan di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan hasil survei nasional tahun 2016-2019, pertumbuhan inklusi keuangan naik dari 8 persen menjadi 38 persen.
"Kita perlu berbangga karena tingkat inklusi keuangan terus meningkat walau belum sampai tahap yang kita inginkan, tapi saya percaya kita masih bisa meningkatkannya," ujar Dino.