Tepis Kabar Soal Gencatan Senjata, PM Netanyahu Perintahkan Militer Israel Bertempur dengan Kekuatan Penuh
JAKARTA - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada Hari Kamis bahwa laporan media yang menunjukkan kemungkinan akan ada gencatan senjata di Lebanon adalah "tidak benar", sebaliknya Ia telah memerintahkan militer Israel untuk terus bertempur "dengan kekuatan penuh."
PM Netanyahu belum menanggapi usulan gencatan senjata yang diajukan oleh Amerika Serikat dan Prancis, menurut pernyataan dari kantor perdana menteri.
"Berita tentang gencatan senjata itu tidak benar. Ini adalah usulan Amerika-Prancis, yang bahkan tidak ditanggapi oleh perdana menteri," bunyi pernyataan itu, melansir CNN 26 September.
"Berita tentang arahan yang seharusnya untuk memoderasi pertempuran di utara juga merupakan kebalikan dari kebenaran. Perdana menteri memerintahkan (Pasukan Pertahanan Israel) untuk melanjutkan pertempuran dengan kekuatan penuh, dan sesuai dengan rencana yang disampaikan kepadanya," lanjut pernyataan itu.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Israel Katz, mengatakan "tidak akan ada gencatan senjata di wilayah utara," dengan Israel akan terus memerangi Hizbullah "dengan sekuat tenaga hingga kemenangan dan warga di wilayah utara dapat kembali ke rumah mereka dengan selamat."
Diberitakan sebelumnya, Amerika Serikat dan beberapa sekutunya menyerukan gencatan senjata selama 21 hari di perbatasan Israel-Lebanon untuk mencegah pecahnya perang regional dan mengganggu perundingan yang terhenti antara Israel dan Hamas.
Proposal yang digambarkan seorang pejabat senior AS sebagai “terobosan penting,” muncul di tengah pertempuran mematikan antara Israel dan Hizbullah yang dikhawatirkan dapat meluas menjadi konflik yang lebih luas.
Berharap untuk mencegah hal seperti itu, para diplomat dan pemimpin yang berkumpul di New York untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB menghabiskan 48 jam terakhir dengan tergesa-gesa untuk mendapatkan rencana yang akan menghentikan pertempuran dan memberikan ruang bagi diplomasi untuk dilakukan.
Israel dan Hizbullah belum mencapai kesepakatan. Namun para pejabat AS mengatakan kedua belah pihak sudah "akrab" dengan alur usulan tersebut dan menyuarakan optimisme ini adalah saat yang tepat untuk mengumumkannya kepada publik.
Baca juga:
- Kelompok Muslim AS Pilih Dukung Kamala Harris Meski Tidak Setuju Mengenai Kebijakan Perang di Gaza
- Pentagon Tegaskan AS Tidak Memberikan Dukungan Intelijen kepada Israel untuk Operasi di Lebanon
- Peringatkan Kenaikan Permukaan Laut Adalah Alarm Dunia, Menlu Retno: Jangan Tunda Lagi, Bertindak Sekarang
- Presiden Putin Ingatkan Barat, Rusia akan Gunakan Senjata Nuklir Jika Diserang dengan Rudal Konvensional
"Situasi antara Lebanon dan Israel sejak 8 Oktober 2023 tidak dapat ditoleransi dan menghadirkan risiko eskalasi regional yang lebih luas yang tidak dapat diterima. Ini bukan kepentingan siapa pun, baik rakyat Israel maupun rakyat Lebanon," bunyi pernyataan bersama dari negara-negara tersebut yang dirilis pada Rabu, 26 September malam waktu setempat.
Diketahui, pertempuran terberat dalam hampir dua dekade antara Israel dan kelompok Hizbullah yang didukung Iran telah menimbulkan kekhawatiran akan serangan darat baru Israel di perbatasan Lebanon-Israel.
Ketegangan kedua pihak meningkat drastis sejak awal pekan ini, dengan serangan udara Israel dibalas oleh peluncuran roket oleh Hizbullah.