Teror Beruntun, Pimpinan DPR Dorong Percepatan Perpres RAN PE

JAKARTA - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mendorong urgensi percepatan implementasi pelaksanaan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (RAN PE) tahun 2020-2024. Menurutnya penerapan Perpres RAN PE harus berjalan di semua sektor.

Hal ini menyikapi aksi terorisme beruntun yang terjadi di Makassar pada Minggu, 28 Maret dan peristiwa yang terjadi di Mabes Polri, Rabu, 31 Maret. 

"Kita mendesak agar pemerintah segera melakukan percepatan dalam implementasi pelaksanaan amanat Perpres tersebut. Terlebih untuk meningkatkan perlindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstremisme yang mengarah terorisme," ujar Azis kepada wartawan, Kamis 1 April.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan, Perpres juga merupakan bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia dalam rangka memelihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Di tengah bencana Pandemi COVID-19 saat ini, masyarakat dan negara membutuhkan rasa aman untuk bekerja dan bangkit dari keterpurukan," jelas Azis.

Lebih jauh Azis menjelaskan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2021, pasal 1 ayat 4 telah mengamanahkan bahwa RAN PE adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana.

Tujuannya untuk mencegah dan menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Sebagaimana digunakan sebagai acuan bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan. 

"Rumusan dan konsepnya harus segera diimplementasikan. RAN PE menjadi dasar agar hak aman warga negara dan stabilitas keamanan nasional terjaga," tegasnya.

Azis juga meminta pemerintah meninjau ulang strategi penanganan teroris dan ekstremis. Hal ini penting dilakukan setelah penanganan terhadap kelompok radikal yang terus meluas dan menebar ketakutan lewat upaya terorisme belakangan ini.

DPR juga mendorong pentingnya digital literasi tentang pemahaman radikal, dampak dan bahayanya. Proses penyusunan dapat melibatkan tokoh agama, pesantren dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai jangkar deradikalisasi.

"Pengaruh kuat radikalisme dan ekstremisme harus dihentikan. Ikhtiar ini tentu tidak sebatas edukasi kepada pelajar dan keluarga secara langsung. Tapi penting pula membatasi mesin browsing yang selama ini memberikan pengaruh paling dominan," jelasnya.

Selain itu, Azis mendukung Polri untuk mengusut tuntas jaringan terorisme di tanah air. Penangkapan sejumlah terduga teroris di Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur, disusul aksi penggerebekan dan penangkapan di Jalan Raya Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, setelah bom bunuh diri di pintu gerbang Gereja Katedral, Makassar perlu diperluas.

Azis juga mengingatkan Polri dan BNPT meningkatkan fungsi intelijen dengan menggandeng semua elemen. Terlebih berdasarkan data BNPT, jumlah teroris mencapai 6.000 orang yang tentunya sangat meresahkan dan mengganggu keamanan.

"BNPT sebagai role model dalam pencegahan terorisme harus mampu menunjukan kelasnya. Tentu tidak hanya sebatas penindakan, tetapi pencegahan lebih penting," pungkas Azis Syamsuddin.