Sekjen PBB Sangat Khawatir dengan Situasi di El Fasher Sudan

JAKARTA - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres "sangat khawatir" atas laporan serangan skala penuh di kota El Fasher, ibu kota Negara Bagian Darfur Utara, oleh Pasukan Pendukung Cepat (RSF).

Juru Bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Stephane Dujarric mengatakan, Guterres meminta Letnan Jenderal Mohamed Hamdan 'Hemedti' Dagalo untuk bertindak secara bertanggung jawab dan segera memerintahkan penghentian serangan RSF.

"Adalah tidak dapat diterima bahwa pihak-pihak yang berperang terus-menerus mengabaikan seruan untuk menghentikan permusuhan. Setiap eskalasi lebih lanjut juga akan mengancam untuk menyebarkan konflik di sepanjang garis antarkomunitas di seluruh Darfur," ujarnya dilansir ANTARA, Minggu, 22 September.

Menekankan bahwa gencatan senjata tidak hanya diperlukan, tetapi juga merupakan suatu keharusan mendesak" baik di El Fasher maupun di semua zona konflik lainnya di Sudan, juru bicara tersebut mengatakan bahwa situasi kemanusiaan di daerah ini "sudah menjadi bencana" dengan ratusan ribu orang sangat membutuhkan bantuan.

Para pihak punya 'kewajiban jelas' melindungi warga sipil

Menekankan bahwa para pihak dalam konflik memiliki "kewajiban yang jelas" di bawah hukum kemanusiaan internasional untuk melindungi warga sipil, Dujarric menyatakan, serangan tidak boleh diarahkan kepada mereka atau infrastruktur sipil, dan perhatian terus-menerus harus diberikan untuk melindungi warga.

Lanjutnya, Guterres mengingatkan utusan Khususnya, Ramtane Lamamra, terus melakukan upaya untuk memajukan perdamaian dan menambahkan bahwa kepala PBB siap mendukung "untuk menghentikan kekerasan dan bergerak menuju perdamaian.

"Organisasi kemanusiaan juga siap untuk segera meningkatkan bantuan di El Fasher dan daerah-daerah lain yang membutuhkan di seluruh Sudan," tambahnya.

Sudan terperosok ke dalam pertempuran antara angkatan bersenjata, yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala Dewan Kedaulatan yang memerintah, dan RSF yang dipimpin oleh mantan wakilnya, Dagalo.

Setidaknya 12.260 orang telah tewas dan lebih dari 33.000 terluka dalam konflik yang dimulai pada April 2023, menurut angka PBB.

Krisis kemanusiaan terus memburuk karena hampir 6,8 juta orang telah mengungsi dari rumah mereka mencari keamanan di Sudan atau negara-negara tetangga.

Beberapa kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi oleh Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) gagal untuk mengakhiri kekerasan.