Merosotnya Kelas Menengah Mengancam Stabilitas Sosial
JAKARTA - Menjelang berakhirnya masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), jumlah kelas menengah di Indonesia dinyatakan semakin menurun.
Lima tahun terakhir pertumbuhan kelas menengah yang pernah sempat menciptakan optimisme di era pasca-reformasi kini menghadapi tantangan serius. Menurut BPS, jumlah rumah tangga kelas menengah terus menyusut, terutama sejak pandemi COVID-19 melanda.
Data BPS menunjukkan bahwa lebih dari 20% rumah tangga yang sebelumnya dianggap kelas menengah kini berada dalam kategori rentan, dengan penghasilan yang mendekati garis kemiskinan. Menurut Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, proporsi kelas menengah Indonesia pada tahun 2024 terdapat 47,85 juta penduduk lebih rendah dibandingkan pada tahun 2019, yakni sebanyak 57,33 juta penduduk.
Baca juga:
- Ujian Lagi bagi Pekerja Kelas Menengah, Iuran Pensiun Tambahan Wajib Berpotensi Makin Mencekik Daya Beli
- Kaesang Diduga Plesiran ke AS Pakai Jet Pribadi Dibiayai Aplikasi Belanja Online
- Mahfud MD Desak KPK Cari Tahu Kaitan Jet Pribadi yang Dipakai Kaesang dengan Jabatan Jokowi-Gibran
- Dugaan Bobby Nasution Naik Jet Pribadi Bakal Diusut KPK Lewat Pengaduan Masyarakat
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan janji Jokowi untuk menghadirkan pertumbuhan ekonomi 7 persen tak pernah tercapai. Dalam 10 tahun pemerintahannya, terakhir justru stagnan dan ketimpangan kian menganga. Selama pemerintahannya hanya mencapai pertumbuhan 5,02 persen
"Jika diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai Rp11.540,8 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp45,2 juta atau 3.377,1 dolar AS," tulis Misbah Hasan, Sekretaris Jenderal Fitra, melalui Situs resminya.
“Saat pandemi itu sempat ada kontraksi yang cukup dalam di tahun 2020. Itu sampai minus 2,07 persen. Di 2021 naik jadi 3,7 persen dan kembali lagi ke tren 5 persen tahun 2022,” tambahnya
Tren penurunan kelas menengah itu cukup mengkhawatirkan, mengingat kelas menengah biasanya dianggap sebagai penopang pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial di sebuah negara. Penurunan ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam menjaga kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan.
Banyak pihak menduga penyebab penurunan kelas menengah ini adalah dampak ekonomi dari Pandemi COVID-19. Kejadian Pandemi COVID-19 yang berlangsung hampir 2 tahun itu memiliki dampak besar terhadap perekonomian Indonesia. Ekonom senior sekaligus mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan akibat pandemi itu banyak kelas menengah di Indonesia yang jatuh miskin.
Banyak sektor, terutama industri kecil dan menengah, mengalami penurunan tajam dalam pendapatan. Kaum menengah yang bekerja di sektor informal atau sebagai pengusaha kecil terdampak paling keras. Penutupan bisnis, pengurangan tenaga kerja, dan pengurangan jam kerja menyebabkan banyak keluarga kelas menengah kehilangan sumber penghasilan utama mereka.
Setelah pandemi, inflasi meningkat tajam di banyak negara, termasuk Indonesia. Harga kebutuhan pokok seperti pangan, transportasi, dan energi melonjak, yang secara langsung mengurangi daya beli kelas menengah. Meski upah minimum sempat mengalami peningkatan di beberapa daerah, kenaikan ini tidak sebanding dengan laju inflasi, sehingga banyak keluarga kelas menengah menghadapi tekanan ekonomi yang semakin besar.
"Setelah pandemi mereda masyarakat kembali dihantam problem lainnya seperti tingkat suku bunga yang tinggi. Kenaikan suku bunga itu, mau tak mau turut mempengaruhi perekonomian." kata Bambang seperti dikutip CNBC,Juli lalu.
Dampak lainnya, tingkat pengangguran terutama di kalangan kaum muda dan pekerja sektor informal, terus meningkat. Banyak pekerjaan yang hilang selama pandemi dan tidak kembali dengan cepat. Ketidakpastian di sektor tenaga kerja membuat banyak orang mengalami penurunan pendapatan. Selain itu, peningkatan kerja kontrak dan freelance tanpa jaminan sosial menambah ketidakstabilan bagi kelas menengah, yang dulunya lebih stabil.
Salah satu faktor yang juga memperburuk kondisi kelas menengah adalah beban utang yang semakin tinggi. Banyak keluarga kelas menengah yang sebelumnya mengandalkan kredit untuk membeli rumah, mobil, atau kebutuhan lainnya kini menghadapi kesulitan membayar cicilan. Dengan pendapatan yang menurun dan inflasi yang tinggi, utang ini menjadi beban berat yang mendorong mereka lebih dekat ke garis kemiskinan.
Kelas menengah sering kali bergantung pada layanan pendidikan dan kesehatan swasta, yang biayanya semakin meningkat. Biaya pendidikan yang terus naik serta keterbatasan akses kesehatan yang terjangkau memperburuk kondisi keluarga kelas menengah. Banyak dari mereka harus memotong anggaran untuk layanan penting ini, yang akhirnya mengancam mobilitas sosial mereka.
Motor Penggerak dan Pilar Pertumbuhan Ekonomi
Penurunan kelas menengah yang signifikan memiliki dampak besar terhadap ekonomi dan stabilitas sosial Indonesia. Kelas menengah berfungsi sebagai motor penggerak konsumsi domestik, yang merupakan pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi negara. Jika jumlah mereka terus berkurang, daya beli masyarakat akan turun dan pertumbuhan ekonomi bisa melambat. Selain itu, penurunan kelas menengah dapat menyebabkan ketegangan sosial yang lebih besar, karena lebih banyak orang yang merasa tidak aman secara ekonomi.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati meminta pemerintah membantu kelas menengah. “Karena dengan tumbuhnya kelas menengah ini berpotensi mendorong peningkatan konsumsi dan pada gilirannya pertumbuhan ekonomi nasional, sebaliknya jika berkurang maka akan menggerus pertumbuhan ekonomi” katanya seperti dikutip situs PKS, awal September lalu. Ia juga meminta pemerintah tak mengeluarkan kebijakan kebijakan yang kontraproduktif.
"Pemerintah seharusnya mendorong kebijakan sosial yang memperluas kelas menengah, seperti melalui belanja yang lebih besar dalam pendidikan dan kesehatan,” katanya.
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengatasi masalah ini, termasuk bantuan sosial, stimulus ekonomi, dan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Meski langkah-langkah ini membantu menjaga stabilitas ekonomi jangka pendek, perlu ada strategi jangka panjang yang fokus pada penguatan sektor-sektor ekonomi yang lebih inklusif, investasi dalam pendidikan dan kesehatan, serta perlindungan sosial yang lebih baik bagi pekerja di sektor informal.
Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia yang mengarah ke rentan adalah tanda peringatan bagi keberlanjutan ekonomi nasional. Kombinasi dari pandemi, inflasi, pengangguran, dan beban utang memperparah situasi ini, dan jika tidak ditangani dengan serius, dapat menyebabkan kerugian besar bagi ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, pemerintah dan pihak terkait harus berfokus pada solusi jangka panjang yang dapat mengembalikan stabilitas dan pertumbuhan kelas menengah sebagai penopang utama ekonomi negara ini.