Krisis Air Mulai Pengaruhi Pertanian Padi di Sulawesi Selatan

JAKARTA - Sektor pertanian khususnya tanaman padi mulai krisis air di wilayah Maros, Makassar, Sungguminasata dan Takalar, Sulawesi Selatan.

"Air sudah berkurang di saluran irigasi, sehingga kami menggunakan sumur bor untuk kemudian airnya dipompa untuk mengaliri sawah," kata salah seorang petani, Daeng Tobo di Kelurahan Bontosunggu, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulsel seperti dikutip Antara, Minggu.

Dia mengatakan, tanaman padi saat ini rata-rata usia tiga minggu dan membutuhkan banyak air, karena itu sumur bor yang dibuat di sekitar sawah itulah yang digunakan airnya.

Kondisi serupa juga diakui, petani di Kecamatan Biringkanayya, Kota Makassar, Abdul Haris.

Dia mengatakan, untuk mengaliri satu petak sawah seluas satu hektare biasanya memompa air 7 -12 jam sehari.

Biasanya menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) pertalite untuk menjalankan mesin pompa.

"Setidaknya dalam sehari butuh sekitar 7 - 15 liter, tergantung lama penggunaan. Sementara harga BBM cukup mahal bagi kami," katanya.

Sedang petani di Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Basir memilih menanam palawija pada musim tanam III tahun ini. Alasannya, palawija tidak terlalu banyak membutuhkan air seperti tanaman padi.

Dia mengatakan, tanaman yang dipilih adalah semangka, sebagian lagi petani memilih menanam kacang ijo dan jagung.

Kepala Dinas Perikanan dan Pertanian Kota Makassar Evy Apriati mengatakan, pada musim tanam III biasanya musim kemarau memasuki musim hujan atau dikenal musim peralihan.

Hanya saja, jika musim kemarau cukup panjang, maka petani akan kesulitan air untuk tanamannya.

Karena itu, disarankan untuk menanam palawija yang tidak membutuhkan banyak air dibandingkan tanaman padi.

"Namun jika memilih tanaman palawija, biasanya harga anjlok saat panen. Sementara untuk disimpan lama kurang dapat bertahan, karena itu, kami memilih tanaman padi, meskipun tiap hari harus memompa air dan mengeluarkan biaya tambahan," kata Daeng Tobo.