Gerak Mandiri Pemerintah Daerah di Brasil Muncul karena Pimpinan Negara Pasif Tangani COVID-19
JAKARTA - Meningkatnya penderita COVID-19 memaksa banyak rumah sakit yang penuh untuk memutar otak, mencari cara bagaimana agar para pasien dapat dirawat. Brasil, misalnya. Otoritas membangun rumah sakit darurat di fasilitas olahraga mereka.
Seperti Indonesia yang memanfaatkan Kompleks Wisma Atlet di Kemayoran sebagai rumah sakit darurat, Brasil memanfaatkan Kompleks olahraga Maracana di Rio de Janeiro, Brasil sebagai rumah sakit darurat sementara untuk membantu memerangi COVID-19. Kompleks tersebut mencakup stadion sepak bola ternama, Stadion Maracana.
Stadion Maracana sebelumnya digunakan sebagai arena penyelenggaraan Final Piala Dunia FIFA 2014 serta upacara pembukaan dan penutupan Olimpiade 2016. Stadion tersebut pertama kali diresmikan untuk Piala Dunia FIFA 1950 dan merupakan salah satu stadion sepak bola terbesar dan paling terkenal di dunia.
Melansir Reuters, Jumat 27 Maret, stadion lainnya di Brasil yang akan dijadikan sebagai rumah sakit adalah Stadion Pacaembu di Sao Paulo dan Stadion Mané Garrincha di Brasilia. Sebelum diubah menjadi fasilitas kesehatan sementara, Federasi Sepak Bola Brasil telah menangguhkan musim turnamen nasional karena wabah COVID-19.
Otoritas Rio de Janeiro mengatakan, mereka belum memutuskan berapa banyak tempat tidur yang mampu ditampung oleh Kompleks Maracana. Tidak jelas juga apakah rumah sakit sementara itu akan dibangun di atas lapangan sepak bola itu sendiri atau di tempat lain di kompleks olahraga itu, yang juga terdapat trek lari, lapangan, serta taman air.
Secara keseluruhan, Rio de Janeiro, daerah terpadat kedua di Brasil, mengharapkan untuk membangun enam rumah sakit sementara.
Baca juga:
Pasifnya Presiden Bolsonaro
Kasus COVID-19 di Brasil mencapai lebih dari 2.900 kasus, di mana 77 orang terkonfirmasi meninggal. Namun, ironis, sebab Presiden Brasil Jair Bolsonaro justru masih saja meremehkan tingkat keparahan penyakit itu. Ia bahkan terus menerus membandingkannya dengan penyakit flu.
Para gubernur di Brasil telah menerapkan lockdown dan mencoba memperluas fasilitas medis, bahkan ketika Bolsonaro menuduh mereka melakukan pelambatan ekonomi. Bolsonaro juga mengecam para gubernur yang membuat kebijakan penutupan gereja.
"Gelombang kepanikan dan histeria ini lebih besar dari virus itu sendiri," kata Bolsonaro pada sebuah pidato yang disiarkan langsung via Facebook.
Tidak tinggal diam, para gubernur akhirnya mengirim surat untuk Bolsonaro. Surat itu mencantumkan delapan langkah yang diusulkan untuk diambil Bolsonaro. Misalnya, menangguhkan pembayaran negara kepada pemerintah federal dan membantu negara membeli peralatan medis.
Gubernur Sao Paulo Joao Doria menjadi salah satu pengkritik utama Bolsonaro selama krisis kesehatan masyarakat. Ia mengatakan akan terus menunggu langkah-langkah federal yang konkret yang akan dilakukan dalam waktu 72 jam.
Bolsonaro berada di bawah tekanan yang semakin besar atas penanganan wabahnya. Wabah yang awalnya dia beri label "fantasi" dan terus dikarakteristikkan sebagai "flu kecil".