Ikut Orasi di Demo RUU Pilkada, Reza Rahadian ternyata Cucu Tokoh Wanita Pergerakan Indonesia
JAKARTA - Reza Rahadian menjadi salah satu figur publik yang melakukan orasi di demo RUU Pilkada yang berlangsung di depan Gedung DPR RI pada Kamis, 23 Agustus kemarin.
Reza yang mengenakan baju hitam terlihat berorasi di atas mobil komando menyampaikan pendapatnya. Ia mengungkap keresahannya mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas calon gubernur dan wakil gubernur yang akan diubah oleh DPR RI.
"Saya hadir pada hari ini karena sesederhana saya selalu cenderung berhati-hati dalam mengambil sebuah sikap, saya tidak pernah mau ikut dalam kontestasi politik, saya tidak pernah ikut campur dalam urusan pemilihan dan lain-lain atau jadi kubunya siapa itu adalah ha yang paling saya hindari," kata Reza Rahadian.
"Dan saya selama ini selalu menjadikan dunia seni sebagai wadah saya untuk menyampaikan keresahaan hati dan kritik sosial. Tapi hari ini saya sudah tidak bisa lagi berdiam, saya tidak bisa tidur tenang di rumah setelah yang wajahnya habis diporak poranda sebelumnya,"lanjutnya.
"Saya tidak mewakili kepentingan apapun, saya tidak punya kepentingan personal saya tidak ikut partisipasi politik apapun, saya hadir hari ini sebagai rakyat biasa bersama teman teman semua, tidak mewakili siapapun selain mewakili suara orang orang gelisah yang melihat demokrasi kita seperti ini," kata aktor yang pernah memerankan tokoh B.J. Habibie tersebut.
Baca juga:
Di tengah situasi itu, terungkap Reza Rahadian merupakan cucu dari Francisca Fanggidaej, seorang tokoh pergerakan Nasional yang aktif sebagai Pemuda Republik Indonesia (PRI) di Surabaya.
Francisca Franggidaej lahir di Nomina pada 16 Agustus 1925. Ia merupakan seorang penerjemah yang juga bekerja sebagai guru Bahasa Inggris.
Francisca pernah mengikuti Gerakan 30 September pada 1965 di Chili untuk mewakili Indonesia. Akan tetapi, karena relasinya dengan Pemuda Rakyat dan Soekarno, ia tidak bisa kembali ke Indonesia.
Kejadian itu membuat Francisca tidak pernah disebut dalam buku sejarah yang terbit di Orde Baru. Fransisca Fanggidaej memilih tinggal di Tiongkok selama 20 tahun dan menyembunyikan identitasnya.
Ia meninggal di Utrecht, Belanda pada November 2013 sebagai warga negara Belanda setelah menyerahkan status WNI-nya.