Airlangga Jelaskan Tingkat Inklusi Keuangan Milik Pemerintah dan OJK Berbeda
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, tingkat inklusi keuangan Indonesia pada 2024 dapat mencapai 90 persen.
Sementara data tersebut berbeda dengan indeks inklusi dan literasi keuangan yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tingkat inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.
Airlangga menjelaskan perbedaan tingkat inklusi keuangan yang dicatat OJK dengan pemerintah karena indikator yang dicatat dalam survei kepada masyarakat berbeda.
Menurut Airlangga, OJK hanya mencatat instrumen keuangan yang diawasi.
Sementara Kemenko Perekonomian, sejumlah program pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan kartu prakerja yang dinilai memuat aspek peningkatan inklusi keuangan.
“Sebenarnya kita memasukkan data program pemerintah yang lain, jadi saya minta nanti ke depan kita padankan data-data tidak hanya semata-mata yang di lingkup pasar keuangan. Termasuk program bansos pemerintah yang sebagian juga menggunakan digital domain,” ujar Airlangga dalam acara Gerakan Nasional Cerdas Keuangan di Jakarta, Kamis, 22 Agustus.
Dalam acara itu, Airlangga menjelaskan, pemerintah turut mempertimbangkan program bantuan pemerintah sebagai salah satu indikator inklusi keuangan sebab program bantuan pemerintah tersebut secara keseluruhan disalurkan melalui dompet digital (e-wallet).
Airlangga menyampaikan program-program perlindungan perlindungan sosial seperti PKH yang disalurkan lebih dari 20 juta peserta, kartu prakerja yang ikut sekitar oleh 18 juta peserta yang seluruhnya menggunakan e wallet.
Selain itu, terdapat program penerima bantuan iuran (PBI) dalam BPJS Kesehatan, Kartu Tani yang menjangkau sekitar 9 juta petani, hingga Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah yang menjangkau lebih dari 666 ribu mahasiswa.
Airlangga menambahkan serta menghitung sertifikat elektronik, sertifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), hingga sertifikat halal yang dinilai bisa dimanfaatkan untuk masyarakat mengakses keuangan formal.
Aspek tersebut dinilai Menko Airlangga masuk bagian upaya meningkatkan inklusi keuangan.
“Jadi mungkin program-program ini lah yang kita dorong jadi bagian jasa keuangan melalui berbagai servis maupun berbagai bantuan sosial yang dilakukan pemerintah,” ujarnya.
Airlangga berharap, survei tingkat inklusi keuangan Indonesia dapat diintegrasikan secara menyeluruh sehingga dapat menjadi salah satu indikator juga.
"Mungkin tahun depan surveinya bisa diintegrasikan keseluruhan sehingga dengan demikian produk yang disurvei tidak hanya produk yang dalam tanda petik diawasi atau produk di bawah OJK, tetapi tadi yang tadi saya sebut memang program pemerintah untuk membantu inklusi keuangan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, OJK telah merilis Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen, dan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi menyampaikan kedepannya pihaknya akan memasukan program-program yang belum tercatat dalam survei yang dilakukan OJK.
Baca juga:
Menurut Friderica, hal ini terjadi akibat OJK masih fokus pada produk dan jasa yang diawasi oleh pihaknya.
Lebih lanjut, Friderica menyampaikan, target literasi keuangan Indonesia pada tahun depan diharapkan sebesar 66 persen hingga 67 persen.
“Kita memang punya target tadi disampaikan oleh Pak Menko [Airlangga, nanti kedepan kita akan juga memasukkan hal-hal yang belum kita masukkan karena kita masih berfokus pada produk dan jasa yang kita awasi,” ucap Friderica.