Bawaslu Akui Belum Bisa Tentukan Unsur Pidana di Kasus Pencatutan NIK Dukungan Dharma-Kun

JAKARTA - Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu DKI Jakarta Reki Putera Jaya mengaku pihaknya belum bisa menemukan unsur pelanggaran pidana pada kasus pencatutan nomor induk kependudukan (NIK) warga menjadi pendukung Dharma Pongrekun-Kun Wardana.

Dharma-Kun adalah bakal pasangan calon Gubernur-Wakil DKI Jakarta jalur perseorangan. Belakangan, Dharma-Kun diprotes banyak masyarakat akibat pencatutan NIK menjadi pendukungnya untuk mendaftar ke KPU.

Reki mengklaim telah memproses laporan yang masuk terkait pencatutan NIK. Namun, Bawaslu masih melakukan kajian terhadap dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Dharma-Kun.

"Jadi sampai dengan saat ini kami mohon waktu untuk bisa memastikan, baik kajian-kajian kami dan rapat internal kami, untuk memastikan verifikasi formil dan materiil itu memang sudah terpenuhi," kata Reki di Kantor KPU DKI Jakarta, Selasa, 20 Agustus.

Jika ada temuan pidana dalam kasus pencatutan NIK, Bawaslu akan melimpahkan penanganan pelanggaran kepada Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang terdiri dari unsur Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan.

"Jadi ketika laporan itu masuk, maka kami akan tindak lanjuti. Prosesnya seperti apa? Itu tadi yang saya sampaikan. Ada verifikasi, formil, material, dan kemudian pembahasan bersama Sentra Gakumdu terhadap dugaan pidana," ungkap Reki.

Meski penanganan dugaan pelanggaran di Bawaslu belum selesai, Dharma-Kun tetap dinyatakan lolos verifikasi faktual dan memenuhi syarat dukungan untuk mendaftar sebagai cagub-cawagub Jakarta pada 27-29 Agustus nanti.

Apakah penentuan unsur pidana dalam kasus pencatutan NIK ini bisa diselesaikan oleh Bawaslu sebelum Dharma-Kun mendaftar? Munandar menjamin hal itu bisa dilakukan.

"Kalau penanganan pelanggaran, ada. Administrasi itu cukup singkat ya, 2 plus 3, jadi 5 hari kalau pelanggaran administrasi. Begitu juga pidana, waktunya cukup singkat. Kalaupun memang selesai di kami, akan terus ke kepolisian dan kejaksaan," jelas Reki.

Diketahui, Dharma-Kun Wardana lolos hasil verifikasi faktual kedua atas syarat dukungan untuk mendaftar sebagai cagub-cawagub Jakarta. Dharma-Kun disebut memiliki dukungan 677.486 warga yang dinyatakan KPU memenuhi syarat. Jumlah pendukung mereka melebihi batas minimal syarat dukungan cagub-cawagub Jakarta jalur independen sebesar 618.968 orang.

Sehari setelah pengumuman itu, sejumlah masyarakat protes karena NIK-nya dicatut sebagai pendukung Dharma-Kun. Hal ini diungkapkan setelah mereka mengecek NIK-nya dalam laman www.infopemilu.kpu.go.id/Pemilihan/cek_pendukung.

Pakar kepemiluan, Titi Anggraini menegaskan, ada ancaman pidana jika pasangan Dharma-Kun Wardana terbukti memanipulasi pengumpulan dukungan demi bisa maju sebagai cagub-cawagub jalur independen.

"UU Pilkada mengatur bahwa manipulasi dukungan bagi calon perseorangan merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota," kata Titi.

Dalam Pasal 185A UU Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pilkada, dinyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp36 juta dan paling banyak Rp72 juta.

Setelah kasus ini ramai, Bawaslu dan KPU DKI Jakarta baru menindaklanjuti. Hasilnya pada Senin, 19 Agustus malam, sebanyak 403 NIK dikeluarkan dari daftar dukungan karena baru diketahui tidak memenuhi syarat (TMS). Namun, jumlah dukungan Dharma-Kun sebesar 677.065 masih memenuhi syarat untuk mendaftar ke KPU.