Anton Charliyan: Hak Berhijab Paskibraka Harus Dihormati, Seragam Tak Boleh Langgar Hak Asasi
JAKARTA - Polemik mengenai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang diminta melepas jilbab saat pengukuhan di Istana Negara IKN terus menuai kritik, meskipun Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah meminta maaf. Irjen Purn. Anton Charliyan, mantan Kapolda Jawa Barat sekaligus Ketua Dewan Penasihat PWI Pusat, menegaskan bahwa hak berhijab adalah bagian dari hak beragama yang harus dihormati, bahkan dalam aturan penggunaan seragam.
"Hak berhijab adalah salah satu bagian dari hak beragama, terutama bagi wanita Muslim. Perintah berhijab ada yang mewajibkan, ada juga yang lebih longgar, tetapi semuanya bertujuan untuk menutup aurat. Jadi, jika ada aturan yang mewajibkan seragam tanpa memberi alternatif sesuai nilai agama, itu melanggar hak individu," tegas Anton Charliyan dalam keterangannya pada Minggu, 17 Agustus.
Anton Charliyan juga mengingatkan bahwa memaksa seseorang melepas hijab demi seragam bisa dikategorikan sebagai perbuatan tidak menyenangkan yang melanggar hak asasi individu dan dapat dijerat dengan pasal pidana. "Menyuruh berbuat atau tidak berbuat dengan mengatasnamakan aturan, tapi melanggar hak seseorang, itu bisa dijerat dengan Pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan," tambahnya.
Lebih lanjut, Anton menyoroti bahwa meski seragam bersifat temporer, hak berhijab adalah hak yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan perlindungan HAM internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. "TNI dan Polri, yang terkenal dengan disiplin keras, tetap memberikan alternatif seragam yang disesuaikan dengan nilai-nilai keagamaan. Apalagi ini hanya untuk Paskibraka, yang seharusnya bisa lebih fleksibel," ujarnya.
Anton Charliyan menegaskan, aturan penggunaan seragam yang sifatnya sementara tidak boleh menabrak aturan yang lebih tinggi, seperti UUD 1945 yang menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara. Ia juga menyatakan bahwa aturan yang tidak memberikan alternatif sesuai kaidah agama sama saja dengan pemaksaan, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28J ayat 2.
Baca juga:
- 40 Ribu Warga Palestina Tewas, 92.401 Luka-luka Sejak Agresi Israel di Gaza per Hari Ini
- Wapres Ma'ruf Amin Batal Jadi Juru Damai PKB-PBNU
- Shelter Tsunami di NTB Garapan Waskita Karya Disebut KPK Ternyata Sudah Roboh
- Kunjungi RS TKP Dokter Magang Tewas Diperkosa, Gubernur Bengal Barat India Akui Bakal Tanggung Jawab
Merespons polemik ini, Kepala BPIP Yudian Wahyudi menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Indonesia. "BPIP menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas pemberitaan yang berkembang terkait pelepasan jilbab bagi Paskibraka putri tingkat pusat tahun 2024," ujar Yudian pada Kamis, 15 Agustus.
Yudian menjelaskan bahwa BPIP mengikuti arahan Istana agar Paskibraka yang berhijab tetap diperkenankan mengenakan jilbabnya saat pengibaran Sang Saka Merah Putih pada peringatan HUT RI ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN). Keputusan ini diambil setelah kritik keras dari masyarakat dan organisasi seperti Purna Paskibraka Indonesia (PPI), yang menyatakan bahwa pemaksaan pelepasan jilbab bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.