Kata Sandiaga Uno, Perlu Rp200 Triliun untuk Atasi Dampak COVID-19

JAKARTA - Pandemi virus corona atau COVID-19 di Indonesia puncaknya diperkirakan akan berada di bulan April hingga awal Mei. Pemerintah diminta untuk segera melakukan persiapan ke depan. Salah satunya menyiapkan anggaran tambahan untuk mengatasi dampak COVID-19 di sektor ekonomi.

Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno mengatakan, kasus COVID-19 di Indonesia akan terus meningkat. Skenario dan planning terburuk yakni sejumlah 2,5 juta orang atau 1,5 persen masyarakat Indonesia yang terjangkit corona.

Namun, Sandi meyakini, hal ini dapat ditangani jika masyarakat disiplin melakukan social distancing. Selain itu, untuk masyakarat yang berada di daerah zona merah untuk melakukan semi lockdown atau partial lockdown.

Sandi mengatakan, saat ini perlu segera melakukan kebijakan yang komprehensif untuk sektor ekonomi dalam menghadapi COVID-19. Menurut dia, paket yang cocok untuk Indonesia saat ini adalah menyiapkan Rp200 triliun anggaran yang diperlukan secara keseluruhan, di luar penanggulangan COVID-19 di sektor kesehatan.

Paket ekonomi bisa dibagi menjadi empat tahap. Pertama, sekitar 25 persen dilakukan direct transfer atau disebut sebagai Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang ada di golongan rentan.

"Ini saya mendukung jika dari Rp200 triliun yang disiapkan itu, seperempat bisa langsung diarahkan pakai basis data terpadu ditujukan kepada masyarakat yang ada kelompok terbawah, 40 persen terbawah," kata Sandi, dalam video conference bersama wartawan, di Jakarta, Kamis, 26 Maret.

Kedua, 25 persen dari Rp200 triliun anggaran tambahan tersebut bisa diarahakan kepada masyarakat yang terdampak pengurangan kegiatan. Terutama sektor informal, pekerja harian, dan UMKM.

"Ini bisa mungkin disentuh dengan sekitar Rp50 triliun paket ekonomi yang bisa diwujudkan dalam beberapa bentuk. Salah satunya memastikan mereka tetap beroperasi dengan memberikan paket likuiditas sehingga mereka tidak perlu melakukan PHK," tuturnya.

Ketiga, 25 persen atau Rp50 triliun dari anggaran tambahan tersebut dapat diberikan dalam bentuk bantuan kepada masyarakat yang kehilangan kepekerjaan atau belum mendapatkan perkerjaan. Apalagi, pemerintah telah menyiapkan program Kartu Pra Kerja dan harus dieksekusi dengan cepat.

Keempat, bantuan di sektor keuangan juga diperlukan pada saat ini. Karena banyak perbankan maupun perusahaan pembiayaan keuangan yang mengalamai kesulitan untuk membayar cicilan, tagihan, termasuk listrik dan telepon. Sehingga, 25 persen dari anggaran tambahan tersebut dapat dialokasikan kepada sektor keuangan.

"Jadi dari segi paket ekonomi, saya yakin ini akan membantu. Sehingga kalau pemerintah harus menerbitkan tambahan utang baru atau melebarkan angka defisit 3 persen itu harus segera dilakukan dengan politik yang bipartisan," jelasnya.

Sandi menjelaskan, eksekusi kebijakan ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri, tapi pemerintah bisa menggandeng dunia usaha yang punya kemampuan untuk menyentuh kantong-kantong yang diperlukan untuk penyaluran program ini. Eksekusinya bisa juga melibatkan pelaku UMKM yang ada di seluruh pelosok Indonesia.

Sumber Anggaran Rp200 Triliun

Mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesi (HIPMI) ini menjelaskan, sumber anggaran tambahan Rp200 triliun ini bisa di dapat dari realokasi APBN 2020. Selain itu pemerintahan juga dapat menerbitkan surat utang seperti tahun 1997-1998.

"Jadi Rp200 triliun ini kita ambil dari realokasi anggaran-anggaran yang kita bisa sisir di APBN 2020 tapi enggak akan cukup. Itu bisa kita lakukan melalui realokasi tapi ada pemikiran-pemikiran lain seperti penerbitan surat utang yang seperti obligasi rekap dari perbankan nasional seperti BLBI," katanya.

Menurut Sandi, saat ini semua stakeholder harus duduk bersama untuk membahas anggaran yang bisa dialokasikan ke empat hal di atas. Sebab, pemerintah harus melihat skenario terburuk maupun terbaik untuk peningkatan ekonomi nasional di tengah wabah COVID-19 ini.