Edy Rahmayadi Masih Godok Cawagub Sumut: Ada dari Partai, Ada yang Akademisi
JAKARTA - Bakal calon Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mengaku belum bisa memutuskan siapa sosok yang akan dipilih sebagai calon wakil gubernur pendampingnya di Pilkada Sumatera Utara.
Edy mengaku pemilihan cawagub pasangannya masih digodok sesuai kriteria yang dibutuhkan. Hal ini disampaikan Edy usai menerima surat keputusan rekomendasi pengusungan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Ini sedang digodok. Banyak yang sedang digodok. Ada yang dari partai, ada yang dari akademisi," ucapnya di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Agustus.
Edy pun masih optimis dirinya bisa memenangkan Pilkada Sumatera Utara meski hanya diusung oleh dua partai politik, yakni PDIP dan Hanura.
Sementara, calon pesaingnya, Wali Kota Medan Bobby Nasution, mendapat dukungan partai politik lebih banyak. Bisa dibilang, menantu Presiden Joko Widodo itu diusung oleh koalisi gemuk.
Di antaranya Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, Partai Nasdem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Baca juga:
- Badan Amal Selandia Baru Minta Maaf Bagikan Permen Mengandung Sabu
- Harvey Moeis Belikan Sandra Dewi 88 Tas Mewah dan 141 Perhiasan dari Uang Korupsi, Ini Daftarnya
- Duet Ridwan Kamil-Suswono di Pilgub DKI Bakal Diumumkan 19 Agustus
- Megawati Ingin Tanya Kapolri: Apakah PDI Perjuangan Enggak Boleh Jadi Bagian Rakyat Indonesia?
Namun, Edy mengaku tak masalah. Yang penting, dirinya sudah mendapatkan tiket dari minimal jumlah kursi DPRD yang cukup untuk mencalonkan diri dalam Pilgub Sumut.
"Itu bukan soal gemuk atau tidak gemuk. Politik adalah suatu kendaraan demokrasi, politik mempunyai hak untuk menentukan siapa pemimpinnya. Yang terpenting adalah persyaratan 20 persen. Siapa yang memenuhi 20 persen, berarti kita berlayar," jelas Edy.
Mantan Gubernur Sumut ini pun tidak merasakan adanya tekanan atas persaingan pencalonan dengan Bobby yang didukung oleh pihak penguasa.
"Tidak ada tekanan. Berjalan, berjalan, demokrasi. Tapi begitu ada tekanan, ada intimidasi, berarti dia tidak mencintai bangsa ini," ungkap dia.