Peritel Bisa Rugi Rp21 Triliun per Tahun jika Dilarang Menjual Rokok
JAKARTA - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mencatat pendapatan dari penjualan rokok mencapai Rp40 triliun per tahun. Jika penjualan rokok dilarang, maka peritel terancam kehilangan Rp21 triliun.
Seperti diketahui, pemerintah membatasi penjualan rokok eceran hingga zonasi dari pusat pendidikan dan lokasi permainan anak. Ketentuan pembatasan penjualan rokok itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Aturan itu diharapkan bisa menurunkan tingkat perokok anak.
Ketua Umum Hippindo, Budiharjo Iduansjah menerangkan berdasarkan perhitungan pihaknya, penjualan rokok tercatat hingga Rp40 triliun per tahun, atau 15 persen dari total penjualan produknya. Dengan adanya larangan penjualan rokok, penghasilan peritel bisa hilang sekitar 53 persen.
“Supermarket, minimarket itu 15 persen dan itu bisa mencapai Rp 40 triliun ya, penjualan rokok nasional di retail modern dimana retail modern itu 15 persen dan itu bisa kehilangan penjualan (rokok) 53 persen,” kata Budiharjo dalam diskusi media, di Jakarta, Selasa, 13 Agustus.
Budiharjo juga menyoroti zonasi atau jarak 200 meter yang diatur untuk sebuah toko menjual rokok dari titik kegiatan anak-anak. Dia bilang supermarket dalam pusat perbelanjaan kerap ditempatkan tidak jauh dengan pusat bermain anak. Begitu juga dengan minimarket di titik pemukiman.
“Rokoknya kami itu enggak boleh jual, kalau sampai zonasi ini dijalankan berarti itu akan kehilangan pendapatan Rp21 triliun, ini angka yang besar sekali ini jadi dapat dari data dari anggota minimarket,” jelasnya.
Tak hanya kehilangan pendapatan dari penjualan tadi, Budiharjo juga menyoroti dampak turunannya. Menurut dia, penurunan penjualan rokok juga dapat berpengaruh pada terganggunya rantai pasok.
Baca juga:
Selain itu, Budiharjo bilang sektor ini juga berkontribusi pada sumbangan pajak yang cukup besar kepada negara.
“Supply chain ini akan terganggu juga selain tadi puluhan triliun di sektor retail, turunannya kan tadi pabrik rokoknya, gudang logistiknya, SPG semua ini gede loh untuk pajaknya juga,” katanya.
Karena itu, menurut dia, lebih baik kebijakan pembatasan penjualan rokok itu ditunda dulu. Budiharjo juga meminta agar pemerintah melakukan diskusi dengan para pelaku usaha.
“Jangan dijalankan dulu ini sambil menunggu, harus dipanggil lagi kita semua untuk diskusi masalah ini,” tuturnya.