Bagikan:

Larangan penjualan rokok ketengan memicu berbagai reaksi di masyarakat. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi kesehatan publik, terutama generasi muda, dari bahaya kecanduan rokok. Namun, potensi dampak kebijakan ini terhadap perekonomian pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya pada penjualan rokok eceran juga perlu diperhatikan.

Sementara pengusaha besar rokok memiliki sumber daya dan strategi pemasaran yang cukup untuk beradaptasi dengan regulasi baru, pedagang kecil di warung dan asongan justru akan merasakan dampak langsung dari larangan ini. Ketua Harian Persatuan Pengusaha Rokok Kudus (PPRK), Agus Sarjono, mengungkapkan bahwa kebijakan ini lebih membebani pelaku usaha kecil daripada pengusaha besar.

Oleh karena itu, penerapan larangan ini harus disertai dengan mekanisme pelaksanaan yang jelas. Pemerintah perlu menentukan apakah akan ada patroli rutin oleh petugas berwenang atau melibatkan masyarakat dalam pelaporan pelanggaran. Penegakan hukum juga harus jelas: siapa yang akan bertanggung jawab, apakah Satpol PP, dan bagaimana sanksi bagi pelanggaran akan diterapkan?

Melarang penjualan rokok ketengan tanpa memberikan solusi konkret bagi pedagang kecil adalah keputusan yang terkesan terburu-buru. Pemerintah perlu mempertimbangkan alternatif yang tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat tetapi juga memastikan kelangsungan hidup pedagang kecil. 

Program pelatihan kewirausahaan dan bantuan modal bisa dipertimbangkan untuk menjadi solusi membantu pedagang kecil. Dengan dukungan tersebut, mereka dapat beralih ke usaha lain yang berkelanjutan dan menjanjikan.

Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk pedagang kecil dan asongan, berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, sektor ini menyerap lebih dari 116 juta tenaga kerja dan menyumbang sekitar 60 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Bisa jadi di dalamnya termasuk pedagang rokok ketengan.

Kesehatan masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama. Namun, dampak ekonomi dari larangan penjualan rokok ketengan juga tidak boleh diabaikan. Menemukan keseimbangan antara kedua aspek ini merupakan tantangan besar bagi pemerintah. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan kebijakan ini tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat tetapi juga menjaga kesejahteraan pedagang kecil.

Menurut data dari dataindonesia.id, produksi rokok Indonesia pada tahun 2022 mencapai 323,9 miliar batang. Namun, pada tahun 2023, produksi mengalami penurunan akibat kenaikan cukai tembakau sebesar 10 persen. Meski demikian, pada Desember 2023, produksi rokok kembali melonjak sebesar 26 persen dengan total produksi mencapai 318 miliar batang.

Pendapatan negara dari cukai rokok sangat signifikan meskipun mengalami penurunan pertama dalam 10 tahun terakhir. Pada tahun 2023, pendapatan dari cukai rokok tercatat sebesar Rp167,3 triliun, turun dari Rp170 triliun pada tahun sebelumnya.

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 mengungkapkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya, atau lebih dari satu juta, berusia antara 10 hingga 18 tahun. Jumlah anak dan remaja perokok ini menjadi perhatian serius karena dampak buruk rokok terhadap kesehatan seperti risiko penyakit jantung, paru-paru, dan kanker.

Kesehatan masyarakat adalah prioritas yang tak bisa ditawar. Namun, nasib pedagang kecil yang kehilangan sumber penghidupannya juga harus dipertimbangkan. Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah konkret, potensi lonjakan angka kemiskinan bisa terjadi di tengah upaya mengurangi jumlah perokok.

Pemerintah perlu bertindak tegas dengan solusi yang berpihak pada pedagang kecil agar kebijakan ini tidak menjadi bumerang yang memperburuk keadaan. Dukungan terhadap pedagang kecil harus menjadi bagian dari upaya melindungi kesehatan masyarakat. Jangan biarkan perjuangan melawan rokok justru menambah penderitaan rakyat kecil yang telah berjuang keras untuk hidup. Kita harus mendukung kebijakan yang melindungi kesehatan sekaligus menjamin kelangsungan hidup rakyat kecil.

Meskipun berbagai aturan larangan merokok sudah diterapkan secara luas dan perokok sebenarnya sudah sangat terbatas ruang geraknya, kebijakan ini harus diseimbangkan dengan solusi yang mendukung pedagang kecil agar tidak hanya mengurangi angka pe-rokok tetapi juga memperhatikan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.