KPK Sebut Pengerjaan Shelter Tsunami di NTB oleh PT Waskita Karya Disubkontrak ke Perusahaan Lain

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pengerjaan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB) dilaksanakan oleh PT Waskita Karya (Persero). Pekerjaan ini kemudian disubkontrakkan oleh perusahaan pelat merah tersebut kepada perusahaan lainnya.

“Main projectnya dikerjakan WK. Ada subkontraktor lain tapi nilainya kecil,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan saat dikonfirmasi, Selasa, 13 April.

Sementara saat disinggung soal adanya dugaan korupsi dalam proses subkontrak tersebut, Tessa tak mau menjawab lebih jauh. Ia hanya menyebut pengusutan saat ini karena adanya perbuatan melawan hukum hingga merugikan negara.

Tessa menyebut perbuatan para tersangka ini pastinya akan dibuka dalam persidangan mendatang.

“Terdapat dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka yang berakibat timbulnya kerugian negara dalam proyek pembangunan shelter tsunami,” tegasnya.

“Hal ini akan disampaikan KPK bila perkara ini sudah mulai disidangkan di pengadilan,” sambung juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

Diberitakan sebelumnya, KPK sedang mengusut dugaan korupsi pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di NTB. Ada dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, rinciannya seorang merupakan penyelenggara negara dan lainnya berasal dari BUMN.

Disebutkan pembangunan dilaksanakan Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan, Kegiatan Pelaksanaan Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi Nusa Tenggara Barat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2014. Penyidikan dugaan korupsi ini dilaksanakan sejak 2023.

Anggaran pembangunan shelter yang ujungnya dikorupsi ini berasal dari Kementerian PUPR dan PT Waskita Karya (Persero) menjadi kontraktor. Modus yang diduga terjadi adalah menurunkan kualitas pembangunan.

Adapun proyek tersebut memakan anggaran hingga Rp20 miliar. Sementara untuk kerugian negaranya kurang lebih Rp19 miliar dan masih bisa bertambah karena penghitungan masih dilakukan.